Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menginginkan pemerintah benar-benar mengkaji dampak dari kebijakan baru Arab Saudi, yaitu penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 5 persen terhadap proses ibadah haji dan umrah. "Saya berharap pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama, Kementerian Luar Negeri, dan juga Kementerian Keuangan untuk melakukan lobi yang intensif dengan Pemerintah Arab Saudi," kata Fahri Hamzah di Jakarta, Kamis.
Bila tidak, menurut dia, kebijakan baru pemerintahan Arab Saudi untuk menutup defisit anggaran mereka itu dinilai bisa mempengaruhi struktur biaya haji dan umrah. Mulai 1 Januari 2018, Pemerintah Arab Saudi akan menerapkan PPN 5 persen untuk makanan, pakaian, barang elektronik dan bensin, serta tagihan telepon, air dan listrik, dan pemesanan hotel.
Fahri mengingatkan bahwa selama ini sudah banyak hal yang menjadi beban bagi masyarakat Indonesia, misalnya meningkatnya harga visa untuk kedatangan yang kedua, ketiga dan seterusnya. Untuk itu, ujar dia, guna menghadapi kebijakan Pemerintah Saudi Arabia dalam bidang ekonomi dan politik, Pemerintah Indonesia perlu mempunyai kajian yang lebih mendalam.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin membenarkan pemerintah masih menghitung kenaikan biaya haji dan umrah pascapenerapan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 5 persen oleh pemerintah Arab Saudi sejak 1 Januari 2018. "Sejak Januari 2018 memang pemerintah Arab Saudi menerapkan pajak bagi semua warganya termasuk warga negara asing, siapa pun itu diberlakukan sama terkait dengan semua barang, makanan, minuman, pelayanan semua bentuk retribusi itu dikenakan lima persen tidak terkecuali umrah dan haji. Karena itu sudah bisa diperkirakan biaya umroh dan haji bisa mengalami penyesuaian kenaikan lima persen ini," kata Lukman di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (3/1). Langkah pemerintahan Arab Saudi itu merupakan bagian dari reformasi penerimaan negara agar tidak bergantung pada sektor minyak mentah.
Selain menghitung besaran haji dan umroh akibat penerapan PPN dari pemerintah Arab Saudi, Kemenag saat ini juga sedang menyiapkan sejumlah regulasi sebagai harga acuan/referensi pelaksanaan umroh agar masyarakat aman dan nyaman saat melaksanakan ibadah. Salah satu besaran yang diusulkan adalah Rp20 juta per orang mengacu pada Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang sudah disepakati oleh Himpunan Penyelenggara Haji dan Umrah (Himpuh). "Namun belum ada aturan apa pun. Kita baru mendalami adanya sejumlah regulasi ketentuan baru yang akan kita terapkan dalam rangka pembenahan tata kelola penyelenggara umrah. Salah satunya penetapan harga referensi, harga referensi adalah harga yang ditetapkan sebagai rujukan ukuran bagi seluruh penyelenggaran perjalanan ibadah umrah (PPIU) biro travel untuk menetapkan harga yang sudah ditetapkan SPM," ungkap Lukman.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: