Pemerintah menargetkan penyatuan atau holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor pertambangan rampung tahun ini. Nantinya, holding tersebut menyatukan empat BUMN, yaitu PT Indonesia Asahan Aluminium (Persero), PT Aneka Tambang (Persero) Tbk, PT Bukit Asam (Persero) Tbk, dan PT Timah (Persero) Tbk.
Selama ini, daya saing Indonesia di sektor pertambangan masih tertinggal dari sisi volume dan hilirisasi di tingkat Asia. Selain itu, nilai aset BUMN pertambangan tanpa holding juga masih jauh tertinggal. Dengan holding, pemerintah berharap daya saing sektor pertambangan Indonesia meningkat dibanding saat ini di Asia.
“Kalau dilihat dari aset, masih tertinggal di Asia. Contohnya, Antam itu nomor 14, Bukit Asam nomor 30, Inalum nomor 35. Kalau umpamanya bisa konsolidasi, itu akan menjadi nomor 7,” kata Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN, Fajar Hary Sampurno, saat diwawancarai di kantornya, Jumat (22/9/2017).
Berdasarkan data Kementerian BUMN, total aset keempat BUMN pertambangan mencapai Rp72,172 triliun. Secara rinci, Antam merupakan BUMN pertambangan dengan aset tertinggi sebesar Rp30,357 triliun. Kemudian, disusul Bukit Asam sebesar Rp16,894 triliun dan Inalum sebesar Rp15,642 triliun. Lalu, Timah sebesar Rp9,279 triliun.
Fajar menjelaskan, tanpa holding, selama ini BUMN pertambangan kerap kesulitan dalam hilirisasi atas mineral. Kemudian, ia menambahkan, BUMN pertambangan tersebut juga memiliki keterbatasan dalam pendanaan investasi sehingga pertambangan di Indonesia sebagian besar dikuasai oleh pihak asing.
Dengan holding tersebut, Fajar mengungkapkan bahwa pemerintah ingin konsolidasi yang dipimpin Inalum ini dapat berperan dalam pengembangan produk hilir, mendorong pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam. Selain itu, holding tersebut dapat meningkatkan penguasaan negara terhadap cadangan mineral yang selama ini didominasi investasi swasta.
“Sebenarnya, kami ingin sebagian sumber daya alam di atas dan di bawah air dikuasai oleh negara. Sekarang ini yang dikuasai oleh BUMN dalam arti cadangan, enggak besar. Batu bara enggak sampai 17%, begitu juga emas dan timah,” kata Fajar.
Terdapat berbagai rencana sinergi investasi yang ditetapkan oleh holding BUMN pertambangan. Salah satu proyek tersebut ialah pembangunan Smelter Grade Alumina Refinery di Mempawah, Kalimantan Barat yang diperkirakan rampung pada 2019. Proyek tersebut dikerjakan oleh PT Antam dan Inalum.
Selain itu, juga tedapat berapa proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di Kuala Tanjung, Muara Enim, Banko Tengah, Peranap Riau dan Tanjung Buli. Holding tersebut juga bersinergi dalam pengembangan pabrik, seperti perluasan pabrik feronikel di Pomala, pebangunan pabrik feronikel di Halmahera Timur, dan ekspansi pabrik peleburan alumunium di Kuala Tanjung.
Di sisi lain, manfaat holding BUMN tersebut juga berdampak terhadap efesiensi investasi. Fajar yang pernah menjabat sebagai CEO PT Dahana Persero tersebut menjelaskan bahwa tanpa konsolidasi, berpotensi terjadi tumpang tindih investasi. “ Melalui konsolidasi, hal yang paling prioritas dilakukan adalah menghilangkan duplikasi investasi. Tanpa konsolidasi, saat ini semuanya pengen bangun smelter karena memang butuh smelter. Semuanya juga butuh listrik, jadi bikin pembangkit listrik semua,” katanya.
Fajar juga menambahkan, konsolidasi tersebut akan membantu penguatan masing-masing BUMN. Menurutnya, dengan konsolidasi, BUMN yang megalami kerugian dapt dikompensasi oleh perusahaan lainnya. Misalnya, saat harga komodias emas jatuh, Antam tidak sendiran karena dibantu oleh konsolidasi.
Dari konsolidasi tersebut, pemerintah juga menyiapkan strategi untuk mengambil saham mayoritas PT Freeport Indonesia. Fajar optimis dengan konsolidasi tersebut, kondisi keuangan holding BUMN pertambangan sanggup untuk membeli saham Freeport yang akan dilepas kepada pemerintah.
Saat ini, proses holding BUMN pertambangan masih menunggu keputusan Mahkamah Agung untuk payung hukumnya. Aturan tersebut untuk meneruskan peraturan yang telah disahkan Presiden Joko Widodo dalam Peraturan Pemeritah Nomor 72 tahun 2016 tentang Tata Cara Penyertaan dan Penataan Usaha Modal Negara pada Badan Usaha Milik Negara dan Perseroan Terbatas.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Moch Januar Rizki
Editor: Ratih Rahayu
Tag Terkait: