Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menegaskan disruption itu tidak terjadi seketika, butuh proses, dimulai dari ide, riset atau eksperimen. Selain Teknologi Informatika (TI), alat-alat baru lain dibutuhkan untuk mendukung keberhasilan. Oleh karena itu, disruption dapat menyebabkan deflasi. Harga turun sebab disruptor memulai low cost strategy.
"Yang men-disrupt itu bukan teknologi, yang men-disrupt itu pola pikir memanfaatkan teknologi. Teknologi itu hanya sebagai enabler, sebagai tools, tapi yang men-disrupt semua adalah pola pikir. Jadi kita enggak usah takut dengan teknologi," tegas Rudiantara dalam CEO Forum "15 Tahun Proven Force Indonesia (PFI) Membangun Daya Saing" di Balai Kartini, Jakarta, Kamis (11/1/2018).
Sementara itu, Managing Director PFI Suwandi Ardibrata mengatakan disruption pada industri manufaktur dapat berakibat negatif jika tidak sigap menghadapinya, sebaliknya mempunyai kesempatan untuk berinovasi dan berevolusi jika melihatnya secara positif.
"Industri manufaktur saat ini tidak terlepas dari pengaruh tekanan-tekanan teknologi, ekonomi, sosial, lingkungan, dan tren pasar yang mulai saling berhubungan satu dengan lainnya dan saling keterkaitan. Tidak mudah bagi industri manufaktur untuk mendikte pasar menerima produk yang tergolong usang dan tidak dikemas dengan inovasi," kata Suwandi.
Menurut Suwandi, perlunya inovasi pada industri manufaktur ini pun sesuai dengan pernyataan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto bahwa setiap industri harus bisa melakukan inovasi. Disruption pada sektor industri manufaktur merupakan sebatas transformasi. Jadi, tidak usah terlalu takut dengan disruption, hal penting untuk dilakukan adalah inovasi pada setiap ndustri manufaktur.
Hal lain, Suwandi mengatakan bahwa disruption industri manufaktur ini menjadi suatu momentum dan kesempatan untuk berinovasi dan berevolusi, seperti halnya peluang menarik pelanggan baru, pasar baru, sumber material baru, dan teknologi baru yang terbuka luas untuk dieksplorasi yang menyediakan kesempatan tanpa batas untuk ekspansi dan berkembang.
Suwandi menambahkan bahwa ada beberapa kekuatan-kekuatan yang menyebabkan terjadinya disruption pada industri manufaktur, antara lain customized demand. Perubahan pada permintaan pelanggan yang menginginkan lebih banyak penyesuaian dan personalisasi produk. Dengan semakin bermunculan manufaktur yang cerdas dengan konektivitas yang baik, produknya sendiri akan lebih bergeser dari sebelumnya yang bodoh menjadi pintar.
Kemudian, produksi yang ekonomis dan metode manufaktur yang canggih telah mengubah nilai ekonomis dalam berproduksi. Serta value chain yang ekonomis, inteligensi, dan masukan-masukan yang didukung oleh digitalisasi manufaktur telah merevolusikan nilai ekonomis dari value chain.
Oleh karena itu, Suwandi menyampaikan bahwa untuk menghadapi disruption industri manufaktur ini, semua pihak harus ambil peran, termasuk di dalamnya Proven Force Indonesia. Diharapkan dengan adanya CEO Gathering 2018 ini dapat memberikan gagasan dan masukan yang terbaik kepada berbagai perusahaan sebagai pelaku bisnis dalam mempersiapkan diri untuk menghadapi era disruption di sektor industri manufaktur.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Dina Kusumaningrum
Editor: Fauziah Nurul Hidayah