Melemahnya daya beli masyarakat sepanjang tahun lalu cukup memberi dampak yang berarti bagi perekonomian nasional. Alhasil, target pertumbuhan ekonomi yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P) 2017 terlihat sedikit di bawah target.
Perbaikan dari harga komoditas juga belum memberi dampak signifikan terhadap perekonomian. Dalam APBN-P 2017, target pertumbuhan ekonomi ditetapkan sebesar 5,2%.
Bank Indonesia memperkirakan Produk Domestik Bruto (PDB) sepanjang tahun lalu akan berada pada kisaran 5,1%. Hal itu disebabkan karena perbaikan konsumsi rumah tangga yang menjadi salah satu pilar bagi perekonomian Indonesia, belum cukup kuat meski investasi meningkat.
Analis Bahana Sekuritas Michael Setjoadi mengatakan pada tahun ini diproyeksikan ekonomi akan tumbuh sekitar 5,2%. Hal itu bakal terjadi karena multiplier effect dari stabilitas kenaikan harga komoditas dunia akan mendorong ekspansi perekonomian serta langkah Presiden Jokowi mendorong pembangunan infrastruktur di seluruh Tanah Air masih akan berlanjut, ditambah kenaikan alokasi bantuan sosial dalam APBN 2018, akan menopang pemulihan daya beli masyarakat kelas menengah-bawah.
"Sepanjang tahun ini, pemerintah akan mendorong dan meningkatkan jumlah masyarakat penerima subsidi bantuan pangan nontunai dari yang sebelumnya penerima subsidi beras," katanya di Jakarta, Selasa (23/1/2018).
Lebih lanjut dirinya mengatakan adanya peningkatan jumlah penerima subsidi akan meningkatkan pendapatan rumah tangga serta mendorong penjualan barang konsumer yang bergerak cepat. Dalam anggaran 2018, pemerintah meningkatkan alokasi bantuan sosial sekitar 33% menjadi Rp78,2 triliun dari alokasi tahun lalu sekitar Rp59 triliun, seiring dengan konversi program subsidi beras (Rasta) menjadi Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).
Kenaikan ini, lanjut Michael, akan meningkatkan pendapatan setiap rumah tangga setiap bulannya sekitar Rp100.000 atau setara dengan 9,5% rata-rata konsumsi rumah tangga. Saat ini telah berdiri sekitar 7.733 e-warong tersebar di Sumatera dan Jawa, yang berfungsi sebagai tempat bagi masyarakat untuk mendapatkan subsidi bahan pokok, dengan jumlah 1,42 juta rumah tangga telah beralih ke program BPNT dari yang sebelumnya penerima Rastra.
Pemerintah menargetkan tahun ini sekitar 10 juta rumah tangga dengan pendapatan di bawah Upah Minimum Regional (UMR) atau masuk dalam kategori masyarakat miskin, yang akan mendapatkan BPNT.
Melalui program BPNT, masyarakat akan mendapatkan subsidi sebesar Rp110.000/bulan, dari yang sebelumnya sebesar Rp95.000 yang bisa dibeli dengan kartu e-money keluaran Bank Negara Indonesia (BNI), yang ditransfer setiap dua bulan dengan total Rp220.000 untuk membeli 15 kg beras, 2 kg gula, dan 1 liter minyak goreng. Ke depan, pemerintah akan melakukan transfer subsidi setiap bulan.
"Berdasarkan survei pada satu e-warong yang kami datangi di Jakarta, penerima subsidi mendapatkan kualitas beras yang lebih baik dibanding melalui program Rastra," ungkap Michael.
Bila pemerintah sukses melakukan konversi 10 juta rumah tangga menggunakan BPNT pada tahun ini, dampaknya akan menopang konsumsi masyarakat menengah-bawah.
Dengan melihat program pemerintah yang masih ingin meningkatkan bantuan sosial sepanjang tahun ini demi menopang daya beli masyarakat bawah, Bahana masih merekomendasikan beli untuk saham-saham konsumer terkait bahan pokok seperti Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP) dengan target harga Rp10.600, Mayora Indah (MYOR) dengan target harga Rp2.700, serta Ramayana Lestari Sentosa (RALS) dengan target harga Rp1.430.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Gito Adiputro Wiratno
Editor: Fauziah Nurul Hidayah
Tag Terkait: