Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Regulasi Taksi Online Dinilai Berpotensi Outsourcing

Regulasi Taksi Online Dinilai Berpotensi Outsourcing Kredit Foto: Agus Aryanto
Warta Ekonomi, Jakarta -

Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) Nomor 108 tahun 2017 dianggap bisa menjadi embrio lahirnya badan hukum yang berikut hari berpotensi menjadi serupa perusahaan outsourcing yang mengambil selisih keuntungan dengan melakukan rekrutmen dan menyalurkan tenaga kerja.

Hal itu diungkapkan Adian Napitupulu, anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan dalam keterangan resminya di Jakarta, Rabu (14/2/2018). Selain itu, jika Permenhub 108 ini diimplementasikan, bisa mengurangi pendapatan para pengemudi taksi online secara drastis karena dipotong biaya administrasi, operasional, dan teknis dari badan hukum pemegang izin angkutan.

"Mereka (pengemudi) tidak bisa lagi mendaftar langsung secara perorangan ke aplikator (Go-Car, Grab, dan Uber). Karena menurut Permenhub 108, yang bisa bermitra bukanlah perorangan, tapi badan hukum yang berbentuk koperasi ataupun badan usaha bentuk lainnya," terang Adian.

Dikatakan Adian, setelah para pengemudi bergabung dengan badan hukum maka berikutnya beruntun lahir sekian banyak kewajiban baru seperti pembatasan kuota kendaraan per wilayah, batasan wilayah kerja, KIR, penggantian SIM menjadi SIM A umum, dan sebagainya yang memberatkan serta merugikan mereka.

Anggota Komisi VII ini sebelumnya diutus oleh organisasi pengemudi taksi online untuk bertemu Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi. "Perwakilan juga menyampaikan bahwa sesungguhnya objek dari izin angkutan sewa tersebut seharusnya bukan para driver online, melainkan perusahaan jasa aplikasi yang pada faktanya telah melakukan kegiatan-kegiatan yang sesungguhnya juga dilakukan oleh perusahaan jasa angkutan," terangnya.

Kegiatan yang dimaksud dari perusahaan jasa aplikasi ini, kata Adian, menyeleksi kelayakan supir, memberlakukan standar pelayanan dan keselamatan, menentukan tarif rupiah per kilometer. "Selain itu, memutuskan hubungan kerja (untuk angkutan online bentuknya suspend), menentukan besaran bonus dan sanksi, menetapkan batas standar kendaraan (cc dan tahun) dan hal-hal lainnya yang umumnya juga di lakukan oleh perusahaan angkutan konvensional," imbuhnya.

Menurut Adian, Indonesia hingga hari ini menjadi satu-satunya negara yang menerapkan aturan mewajibkan para pengemudi taksi online untuk membuat atau bergabung dengan badan hukum agar bisa menjadi mitra dari penyedia jasa aplikasi tanpa mewajibkan perusahaan aplikasi menjadi perusahaan jasa transportasi.

"Melalui Permen 108, Indonesia juga menjadi negara yang prosedurnya paling rumit bagi driver online, salah satunya dengan prosedur KIR yang disamakan dengan angkutan kota yang nyata-nyata telah mengubah bentuk kendaraan secara signifikan dari pabrikan asal," ungkapnya.

Pembatasan wilayah operasi dan kuota pengemudi online, sambung Adian, juga menunjukan bahwa kementerian terkait terlihat malas untuk berpikir.

"Sehingga aturan-aturan lama untuk angkutan umum di-copy paste sedemikian rupa dengan modifikasi tambal sulam sekenanya tanpa perduli bahwa ada banyak perbedaan mendasar antara jenis angkutan dengan model aplikasi dan angkutan penumpang konvesional," imbuhnya.

Adian mengungkapkan dalam mediasi tersebut akhirnya disepakati beberapa hal. 

"Kesepakatan Menteri Perhubungan untuk menunda diberlakukannya Permen 108 tersebut dalam beberapa bulan untuk melakukan evaluasi dan merevisi pasal-pasal yang merugikan para driver online setelah melakukan pertemuan dengan beberapa kementrian terkait seperti Kemenkominfo, Kementrian Tenaga Kerja, termasuk Kapolri," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Dina Kusumaningrum
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: