Uni Eropa akan mulai mempersiapkan sanksi terhadap para jenderal Myanmar atas pembunuhan Muslim Rohingya dengan secara resmi memanggil kepala kebijakan luar negeri blok tersebut Minggu depan untuk membuat daftar nama yang akan menjadi target sanksi, dua diplomat Uni Eropa mengatakan dalam sebuah pernyataan.
Larangan perjalanan dan pembekuan aset baru akan menjadi langkah terberat Uni Eropa untuk mencoba meminta pertanggungjawaban militer atas pelanggaran tersebut, Uni Eropa kemungkinan akan bergabung dengan sanksi A.S. dan Kanada yang sudah ada.
"Menteri akan memanggil (Federica) Mogherini untuk mengusulkan tindakan pembatasan terhadap anggota senior militer Myanmar atas pelanggaran hak asasi manusia yang sistematis, tanpa penundaan," ujar seorang diplomat pada hari Kamis (22/2/2018), mengacu pada sanksi Uni Eropa, sebagaimana dikutip dari Reuters, Jumat (23/2/2018).
Para menteri luar negeri juga akan meminta Mogherini dan dinas luar negeri Uni Eropa, EEAS, pada hari Senin untuk melihat cara untuk memperkuat embargo senjata era 1990-an di negara Asia Tenggara yang masih ada.
Juru bicara pemerintah Myanmar Zaw Htay tidak dapat dihubungi untuk dimintai komentar. Juru bicara militer Myanmar Mayjen Tun Tun Nyi saat dihubungi melalui telepon tidak mengomentari keputusan Uni Eropa tersebut.
Dalam sebuah pernyataan yang diperkirakan akan dirilis pada hari Senin (26/2/2018) di sebuah pertemuan reguler para menteri luar negeri Uni Eropa, blok tersebut juga diperkirakan akan mengulangi seruannya untuk membebaskan dua wartawan Reuters Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, yang ditahan pada 12 Desember lalu karena tuduhan bahwa mereka telah melanggar Undang-Undang Rahasia Resmi Myanmar.
Keduanya telah melakukan penyelidikan atas pembunuhan 10 pria Muslim Rohingya yang dikuburkan di sebuah kuburan massal di negara bagian Rakhine setelah disiksa dan ditembak sampai mati oleh tetangga Buddha mereka di Rakhine dan militer Myanmar.
Belum ada pembahasan terkait dengan nama jenderal yang menjadi target sanksi, tutur para diplomat tersebut, namun Amerika Serikat mengatakan pada bulan Desember bahwa pihaknya menunjuk Mayor Jenderal Maung Maung Soe, yang dituduh melakukan tindakan keras terhadap minoritas Rohingya di Rakhine. Daftar sanksi Uni Eropa seringkali dikoordinasikan dengan pihak Washington terlebih dahulu.
Keputusan Uni Eropa untuk mempertimbangkan sanksi mencerminkan penolakan terhadap tindakan semacam itu di Dewan Keamanan PBB, di mana kekuatan pemegang hak veto Rusia dan China telah mengatakan pada bulan ini jika mereka percaya bahwa situasi di Rakhine stabil dan terkendali.
Amerika Serikat, dan juga Perserikatan Bangsa-Bangsa, telah menggambarkan tindakan militer di Myanmar sebagai sebuah "pembersihan etnis". Sekitar 655.000 Rohingya telah melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine untuk berlindung di perbatasan di Bangladesh, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo