Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Impor Migas Naik, Dorong Tren Defisit Perdagangan RI

Impor Migas Naik, Dorong Tren Defisit Perdagangan RI Salah satu kilang minyak di Indonesia. | Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Tren defisit neraca perdagangan sejak Desember tahun lalu masih berlanjut. Dalam data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) pada Februari 2018, defisit sebesar US$0,12 miliar. Adapun total ekspor Indonesia selama bulan lalu sebesar US$14,10 miliar dan total impor US$14,21 miliar.

Sebelumnya, pada Januari 2018 dan Desember 2017, neraca perdagangan juga mengalami defisit masing-masing sebesar US$0,67 miliar dan US$0,27 miliar. Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal menilai defisit neraca perdagangan dalam tiga bulan terakhir setidaknya didorong oleh dua faktor.

Pertama, pelebaran defisit migas dan penyempitan surplus nonmigas. Pelebaran defisit migas terjadi akibat peningkatan impor migas yang didorong oleh kenaikan harga minyak dunia. Pelebaran defisit migas sebenarnya sudah terjadi sejak Februari 2016, sejalan dengan harga minyak yang mulai bergerak naik dari US$30/barel pada Januari 2016 menjadi US$64/barel pada Februari 2018, bahkan sempat menyentuh di atas  US$70/barel pada Januari lalu.

"Akibatnya, defisit migas yang pada Februari 2016 hanya US$10 juta meningkat menjadi US$870 juta pada Februari 2018 atau meningkat 8600%," kata Faisal di Jakarta, Kamis (15/3/2018).

Sementara dari nonmigas, ekspor manufaktur yang sejak Januari 2016 mengalami tren kenaikan, dalam tiga bulan terakhir mengalami kontraksi sebesar 11%, dari US$11,5 miliar (November 2017) menjadi US$10,3 miliar (Februari 2018).

Ekspor tambang yang mengalami peningkatan sejak paruh kedua 2016, dalam dua bulan terakhir ikut terkoreksi 15,3% dari US$2,7 miliar (Desember 2017) menjadi US$2,3 miliar (Februari 2018). Bahkan, ekspor pertanian mengalami penurunan yang lebih tajam sebesar 25,6% dalam tiga bulan terakhir.

Manakala ekspor manufaktur tumbuh lemah sebesar 12% dalam setahun terakhir (Maret 2017-Februari 2018), impor tumbuh lebih cepat sebesar 18,7% pada periode yang sama. Bahkan, dalam tiga bulan terakhir  pertumbuhan impor mencapai 23,7%.  

"Memang, peningkatan impor ini 75% didorong oleh belanja bahan baku dan bahan penolong, yang merupakan indikasi terjadinya peningkatan aktivitas industri manufaktur di dalam negeri. Sayangnya, hal ini juga menunjukkan tingginya tingkat ketergantungan industri domestik terhadap bahan baku impor," ujarnya.

Meskipun dalam beberapa bulan ke depan ada potensi untuk kembali surplus, lanjut dia, struktur neraca perdagangan masih sangat rentan mengalami defisit karena masih lemahnya peran ekspor manufaktur. 

"Apalagi,  defisit  migas  masih  cenderung  melebar  karena  dorongan kenaikan harga minyak dan peningkatan volume impor migas antisipasi lebaran. Sementara  ekspor  komoditas  sawit  yang  menjadi  andalan  utama  Indonesia  menghadapi  berbagai ancaman proteksi di berbagai negara, khususnya Eropa, Amerika, bahkan negara importir terbesar India," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: