Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Redupnya Pertanian Organik, Pemerintah Harus Ambil Peran

Redupnya Pertanian Organik, Pemerintah Harus Ambil Peran Kredit Foto: Antara/Mohammad Ayudha
Warta Ekonomi, Jakarta -

Redupnya pertanian organik di Indonesia seharusnya mendorong pemerintah mengambil peran. Pasalnya, Indonesia memiliki potensi untuk mengembangkan pertanian organik. Namun, para petani organik masih membutuhkan dukungan pemerintah.

Kepala Penelitian Center for Indonesian Policy Studies, Hizkia Respatiadi, mengatakan sejumlah hal masih menjadi hambatan untuk mengembangkan pertanian organik. Beberapa hal yang menjadi hambatan tersebut antara lain adalah kurangnya pengetahuan terkait pertanian organik, penguasaan teknologi hingga pemasaran.

"Pertanian organik tidak hanya dilihat dari hasil. Dalam prosesnya juga harus dipastikan tidak menggunakan bahan-bahan yang tidak mengandung polutan. Petani juga harus bisa memastikan sumber air yang digunakan untuk irigasi juga bebas dari polutan. Hal ini tentu sangat berkaitan dengan lahan yang digunakan untuk menanam padi organik," terang Hizkia dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (21/3/2018).

Pemerintah, melalui para penyuluh pertanian, harus memberikan pendampingan kepada petani yang menanam padi organik. Pendampingan sangat penting karena proses menjadikan Indonesia penghasil padi organik tidak selesai hanya sampai pada penanaman. Pemerintah harus memberikan pendampingan terkait banyak hal, seperti tenaga penyuluh pertanian, cara bercocok tanam yang sesuai dengan kaidah pertanian organik, hingga pemasaran padi organik tersebut.

Selain itu, petani juga harus mulai belajar menggunakan teknologi. Untuk itu, peran tenaga penyuluh harus terus ditingkatkan dalam proses belajar dan transfer ilmu. Peran penyuluh, kata Hizkia, juga diharapkan lebih dari hanya mendampingi dan mengajari. Penyuluh diharapkan bisa menjadi penghubung antara petani dengan pemerintah, baik pemerintah setempat maupun pemerintah pusat. Dengan begini diharapkan permasalahan yang dihadapi di lapangan dapat diketahui pemerintah dengan cepat dan dapat segera ditangani.

Petani juga harus diberikan pengetahuan mengenai sertifikasi tanaman organik yang harus diperbarui setiap dua tahun sekali. Hal ini penting agar para petani tetap bisa menjaga kualitas proses tanam dan panen secara organik. Dalam prosesnya, sertifikasi ini sebaiknya dibuat sederhana dan mudah agar tidak sulit dimengerti oleh petani.

"Sayangnya biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan sertifikat ini mencapai puluhan juta rupiah. Hal ini tentu memberatkan petani yang masih harus dihadapkan pada hambatan-hambatan tadi," jelasnya.

Pemerintah juga diharapkan bisa membantu pemasaran produk pertanian organik. Di Indonesia, produk organik sering dianggap sebagai produk yang eksklusif karena harganya yang lebih mahal daripada produk pertanian konvensional. Padahal, lanjut Hizkia, hal ini tidak terlepas dari proses tanam dan pengembangan produk juga hasil yang lebih sedikit daripada produk pertanian konvensional.

CIPS mendorong pemerintah untuk memberikan pendampingan kepada petani dalam menjalankan pertanian organik. Tidak hanya selesai pada proses tanam dan panen, pemerintah juga harus memberikan pendampingan terkait proses sertifikasi dan pemasaran hasil pertanian organik.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Ratih Rahayu

Bagikan Artikel: