Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Memangkas Distribusi Panjang Komoditas Pangan

Memangkas Distribusi Panjang Komoditas Pangan Kredit Foto: Antara/Dedhez Anggara
Warta Ekonomi, Jakarta -

Para petani di Maluku Utara selama ini menjual komoditas pangan hasil kebunnya dengan harga murah. Sebaliknya, para konsumen di pasar terutama di perkotaan membeli komoditas pangan itu dengan harga mahal.

Cabai nona misalnya, salah satu jenis cabai yang banyak diminati konsumen di provinsi berpenduduk 1,2 juta jiwa ini mencatat harga di tingkat petani paling mahal Rp20.000 per kg, tetapi ketika sampai kepada konsumen di pasar harganya paling murah Rp40.000 per kg bahkan lebih sering di atas Rp50.000 per kg. Besarnya selisih harga komoditas pangan antara yang dijual petani dan yang dibeli konsumen itu, menurut Kepala Dinas Pangan Maluku Utara Saiful Turui, disebabkan banyak faktor, tetapi yang paling dominan adalah panjangnya rantai distribusi pemasaran.

Komoditas pangan dari petani di desa untuk sampai kepada konsumen harus melewati empat sampai enam pedagang perantara yang masing-masing mengambil keuntungan besar, bahkan tidak jarang mereka sengaja menahan atau menyimpang stok untuk mendongkrat harga di pasar. Mahalnya biaya angkut komoditas pangan dari desa ke kota juga memberi kontribusi besar terhadap mahalnya harga komoditas pangan di pasar, terutama jika pengangkutannya melalui jalan darat yang kondisinya rusak berat.

Saiful Turui memaparkan berbagai program yang dilakukan Pemprov Maluku Utara untuk memperkecil selisih harga komoditas pangan antara yang dijual petani di desa dengan yang dibeli konsumen di pasar itu, di antaranya program memangkas distribusi panjang pemasaran komoditas pangan.

Program itu diimplementasikan dalam bentuk pembangunan gudang penampungan komoditas pangan di sejumlah sentra pengembangan pangan di Maluku Utara, seperti Wasley Kabupaten Halmahera Timur. Gudang penampungan itu akan dimanfaatkan untuk menampung berbagai komoditas pangan di wilayah sekitarnya dan selanjutnya diantar langsung ke daerah pemasaran tanpa melalui perantara sehingga biayanya lebih murah.

Pemprov Maluku Utara sudah mengalokasikan anggaran melalui APBD untuk pembelian 10 unit truk pengangkut komoditas pangan dan akan ditambah lagi sesuai dengan kebutuhan di setiap sentra pengembangan pangan.

Melalui program itu diharapkan para petani akan makin termovitasi untuk mengembangkan komoditas pangan karena setiap komditas pangan yang mereka hasilkan sudah ada kepastian pemasarannya, selain itu dalam penentuan harga tidak lagi bergantung kepada pedagang perantara.

Di sisi lain, para konsumen di pasar akan mendapatkan harga komoditas pangan yang terjangkau sehingga selain akan meningkatkan daya beli mereka juga akan menekan inflasi dan meningkatkan omzet penjualan oleh para pedagang.

Dari Luar

Faktor lainnya yang juga mengakibatkan mahalnya harga komoditas pangan di pasaran Maluku Utara selama ini karena sebagian besar komoditas pangan untuk kebutuhan daerah ini harus didatangkan dari provinsi lain karena produksi lokal masih terbatas. Beras misalnya, untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras masyarakat di Maluku Utara yang mencapai sekitar 140 ribu ton per tahun harus mendatangkan sekitar 90 ribu ton per tahun dari Sulawesi dan Jawa karena produksi beras di Maluku Utara baru sekitar 50 ribu ton per tahun.

Namun, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Maluku Utara Asrul Gailea optimistis daerah setempat bisa mengurangi ketergantungan komoditas pangan dari daerah lain, bahkan tidak tertutup kemungkinan semuanya dipenuhi dari produksi lokal.

Optimisme itu didasarkan pada upaya keras yang dilakukan Pemprov Maluku Utara bersama seluruh pemerintah kabupaten/kota di daerah ini dalam mengembangkan dan meningkatkan produksi berbagai komoditas pangan. Bahkan, sejumlah komoditas pangan yang dahulu tidak pernah dikembangkan di Maluku Utara kini sudah dikembangkan secara besar-besaran di daerah ini, seperti bawang merah, bawang putih, kol, ayam pedaging, dan ayam petelur.

Asrul Gailea menyebutkan berbagai program Pemprov Maluku Utara untuk menekan harga komoditas pangan di pasar, seperti mengoptimalkan peran kapal tol laut, karena biaya angkut komoditas pangan jika menggunakan kapal tol laut jauh lebih murah dibandingkan dengan kapal reguler.

Pengangkutan komoditas pangan dari daerah asal ke Maluku Utara jika menggunakan kapal reguler mencapai sekitar Rp16 juta per kontainer, sedangkan kalau menggunakan kapal tol laut jauh lebih kecil daripada harga itu, sehingga distributor bisa menjual lebih murah di pasar.

Pemprov Maluku Utara telah mengusulkan ke pemerintah pusat agar kapal tol laut yang melayani provinsi tersebut, yang selama ini lama pelayarannya dari daerah asal ke Maluku Utara sekitar dua minggu lebih dapat, dipersingkat menjadi satu minggu agar para distributor tidak khawatir komoditas pangan yang didatangkan ke provinsi itu mengalami kerusakan dalam perjalanan.

Akademisi dari Universitas Khairun (Unkhair) Ternate Tamrin Ali Ibrahim menyarankan kepada Pemprov Maluku Utara untuk membuat regulasi dalam bentuk peraturan daerah mengenai proteksi terhadap komoditas unggulan Maluku Utara, termasuk komoditas pangan, yang di dalamnya mengatur harga patokan terendah dan tertinggi.

Adanya patokan harga terendah dan tertinggi itu akan melindungi petani dari ulah tengkulak atau pedagang perantara yang membeli komoditas pangan petani dengan harga murah, juga akan melindungi konsumen dari penjualan komoditas pangan dengan harga tinggi.

Selain itu, Pemprov Maluku Utara juga harus menunjukkan keberpihakannya terhadap program pembangunan sektor pangan di daerah ini dengan mengalokasi anggaran melalui APBD yang memadai pada sektor tersebut, yakni minimal Rp500 miliar per tahun.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Cahyo Prayogo

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: