Tujuh Tentara Myanmar Dihukum 10 Tahun Penjara Atas Pembantaian Rohingya
Tujuh tentara Myanmar telah dijatuhi hukuman "10 tahun penjara dengan kerja paksa di daerah terpencil" karena berpartisipasi dalam pembantaian 10 pria Muslim Rohingya di sebuah desa di barat laut negara bagian Rakhine September lalu, pihak militer Myanmar menyatakan dalam sebuah pernyataan, Selasa (11/4/2018).
Militer Myanmar dalam sebuah pernyataan yang diterbitkan di halaman Facebook kantor Komandan Min Aung Hlaing mengatakan bahwa tujuh tentara telah "melakukan tindakan terhadap Rohingya" karena "berkontribusi dan berpartisipasi dalam pembunuhan".
Pembantaian tersebut sedang diselidiki oleh dua wartawan Reuters, Wa Lone (31) dan Kyaw Soe Oo (28) yang kemudian ditangkap pada bulan Desember dan masih berada di balik jeruji besi yang tengah menghadapi tuduhan telah melanggar Undang-Undang Rahasia Resmi negara.
Pihak berwenang mengatakan pada Reuters pada Februari lalu jika militer telah membuka penyelidikan internal secara independen dan juga upaya tersebut tidak berhubungan dengan wartawan Reuters yang dituduh mendapatkan dokumen rahasia pemerintah yang tidak terkait.
Warga Rohingya dari desa Rakhine di utara Inn Din dimakamkan di sebuah kuburan massal pada awal September setelah disiksa sampai mati atau ditembak oleh warga dan tentara. Reuters menerbitkan cerita keduanya tentang pembunuhan itu pada Februari.
Pembunuhan itu adalah bagian dari penumpasan tentara yang lebih besar terhadap Rohingya, yang dilanda tuduhan pembunuhan, pemerkosaan, pembakaran dan penjarahan, yang dilepaskan sebagai tanggapan atas serangan militan Rohingya terhadap pasukan keamanan pada akhir Agustus. PBB dan Amerika Serikat menggambarkannya sebagai upaya pembersihan etnis, sebuah tuduhan yang langsung dibantah oleh Myanmar.
“Empat petugas dikecam dan diberhentikan secara permanen dari militer dan dijatuhi hukuman 10 tahun dengan kerja paksa di sebuah penjara di daerah terpencil. Tiga tentara dari pangkat lainnya diturunkan pangkatnya menjadi 'tamtama', kemudian dipecat secara permanen dari militer dan dijatuhi hukuman 10 tahun dengan kerja paksa di sebuah penjara di daerah terpencil,” bunyi pernyataan militer tersebut, sebagaimana dikutip dari Reuters, Rabu (11/4/2018).
Militer Myanmar menambahkan bahwa proses hukum terhadap personil polisi dan warga sipil "yang terlibat dalam kejahatan" masih berlangsung. Pada 10 Januari, militer mengatakan 10 pria Rohingya yang tergabung dalam kelompok 200 militan yang menyerang pasukan keamanan. Penduduk desa yang beragama Buddha menyerang beberapa dari mereka dengan pedang dan serdadu menembak mati yang lainnya, tulis militer.
Versi militer dari peristiwa itu bertentangan dengan laporan yang diberikan kepada Reuters oleh para saksi Muslim Rakhine dan Rohingya yang diterbitkan dalam cerita pada Februari lalu.
Penduduk desa Buddha melaporkan tidak ada serangan oleh sejumlah besar pemberontak di pasukan keamanan di Inn Din. Dan saksi warga Rohingya mengatakan kepada Reuters bahwa tentara menjemput 10 dari ratusan pria, wanita dan anak-anak yang mencari keselamatan di pantai terdekat.
Hampir 700.000 warga Rohingya telah melarikan diri dari negara bagian Rakhine dan menyeberang ke Bangladesh selatan sejak Agustus, menciptakan salah satu kamp pengungsi terbesar di dunia.
Pengadilan di Yangon telah mengadakan sidang awal sejak Januari untuk memutuskan apakah dua wartawan Reuters akan dituntut di bawah Undang-undang Rahasia Resmi era kolonial, dengan ancaman hukuman maksimal 14 tahun penjara.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Hafit Yudi Suprobo
Editor: Hafit Yudi Suprobo