Ada sekitar 8.500 data yang dihimpun oleh perusahaan investasi Jouska khusus milenial. Ada yang menarik dari karakter milenial dari data tersebut, yaitu
1. Tidak ingin bekerja lelah, tetapi ingin uang banyak;
2. Tidak ingin kerja terlalu sering, tetapi ingin libur banyak; dan
3. Tidak ingin keluar banyak uang, tetapi ingin terus update.
Banyak pimpinan perusahaan mulai mengeluhkan cara kerja milenial, seperti tidak bisa ditegur, apalagi diperlakukan kasar. Mereka cenderung ingin bekerja dengan merdeka tanpa tekanan. Bahkan, ketika meninggalkan perusahaan (resign), seringkali hal yang dilakukan milenial adalah tidak permisi atau mengajukan pengunduran diri terlebih dahulu. Mereka keluar dan masuk perusahaan sesuka hati.
Namun, di balik banyaknya kekurangan di kalangan milenial, Menurut Aakar Abyasa, Founder and CEO Jouska Indonesia, ada kelebihan yang dimiliki milenial, yaitu kalau sudah merasa nyaman dengan pekerjaan dan harus bekerja keras untuk mewujudkan visi, mereka akan bekerja dengan sangat "gila" di luar dugaan.
Walaupun berkarakter malas, kaum milenial dinilai pintar mencari solusi. Kalau tidak ada milenial, tidak akan ada memesan makanan melalui aplikasi, tidak akan ada membeli pakaian melalui aplikasi, dan berbagai hal instan yang memudahkan. Ide tersebut menurut Aakar adalah bersumber dari kemalasan kaum milenial.
Gap Finansial di Kalangan Milenial
Jika Anda para milenial tidak bisa menyebutkan angka berapa yang diinginkan untuk menjadi orang kaya maka tidak akan pernah sampai menjadi kaya. Karena di luar negeri sudah bukan lagi berpikir ingin mencapai angka berapa untuk kekayaan pribadi, tetapi anak dengan usia belasan sudah mahir beinvestasi. Sementara di Indonesia, untuk menentukan angka berapa yang akan dicapai saja masih sangat jarang dilakukan. Persoalan kaya, menurut Aakar, tergantung pada bagaimana imajinasi seorang menilai tentang kekayaan yang akan dicapainya.
Dalam hal finansial, imajinasi itu harus dibangun dengan pengalaman. Sementara milenial cenderung sebagai generasi yang sejak kecil ditanamkan mindset hanya menabung di waktu kecil untuk membeli barang-barang yang sederhana seperti mainan dan bukan untuk membeli properti yang memiliki nilai investasi. Kemudian, mindset kedua adalah belajar yang rajin agar bisa bekerja atau mencari uang ketika besar. Sementara realitanya tidak demikian. Banyak yang tidak mengenyam pendidikan tinggi, tetapi gajinya melebihi yang bersekolah tinggi.
Hal yang paling miris terjadi di kalangan milenial yaitu masih ada yang baru mengenal rekening ketika duduk di bangku kuliah. Ini merupakan gap pengetahuan finansial yang sangat jauh. Sementara di Amerika, usia 11 tahun sudah mengenal investasi. Efeknya adalah mental yang tidak bisa membayangi bahwa nilai uang dalam jumlah besar atau sangat besar adalah sesuatu yang real yang bisa didapatkan. Maka dari itu, pengetahuan finansial merupakan pengalaman yang harus ditempuh step by step. Ini pentingnya milenial harus berinvestasi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ning Rahayu
Editor: Fauziah Nurul Hidayah