Berbagai masalah dalam perburuhan seringkali disuarakan dalam berbagai kesempatan. Untuk peringatan Hari Buruh yang akan jatuh pada 1 Mei 2018, salah satu tuntutan yang diajukan oleh serikat buruh Indonesia adalah menolak upah murah dan menghapus sistem kerja outsourcing. Hal ini hampir selalu muncul dalam tuntutan buruh di Indonesia. Pemenuhan hak pekerja Indonesia memang belum sepenuhnya terlaksana.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Imelda Freddy, menyoroti beberapa hal yang sering menjadi masalah bagi pekerja Indonesia.
1. Upah Tidak Sesuai UMP
Pemerintah sendiri sudah menetapkan Upah Minimum Provinsi (UMP), yakni standar upah sesuai dengan ketentuan daerah masing-masing. Masalah timbul saat pihak pemberi kerja atau pengusaha tidak mematuhi hal ini dan justru memberikan upah yang berada di bawah standar kelayakan yang sudah ditetapkan.
“Menyikapi hal ini, mekanisme pengawasan dan penegakan hukum harus berjalan dengan efektif. Pemerintah harus tegas dalam memberikan sanksi dan mengedepankan kepentingan pekerja. Ketegasan ini yang belum ada,” jelas Imelda dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Senin (30/4/2018).
2. Sistem Outsourcing yang Tidak Adil dan Tidak Transparan
Selain pengawasan dan penegakan hukum, pemerintah juga harus menegaskan perlunya prinsip keadilan dan transparansi dalam perburuhan. Misalnya saja, dalam isu outsourcing, praktik ini merupakan suatu hal yang umum terjadi dalam realita bisnis di Indonesia. Bagi pihak pemberi kerja atau perusahaan, sistem kerja outsourcing karena dapat mengurangi cost, sehingga harga product dan service yang ditawarkan bisa menjadi lebih murah.
Namun, lanjut Imelda, yang perlu dikedepankan dari sistem ini sebenarnya adalah keadilan dan transparansi. Selama upah yang diberikan adil (sesuai UMP) dan sesuai dengan kesepakatan di awal, juga disertai dengan informasi mengenai pemberlakukan sistem kerja outsourcing pada posisi yang dilamar kepada para calon pekerja, maka harusnya tidak ada pihak yang dirugikan.
“Yang tidak benar itu adalah jika dalam kontrak outsosurcing-nya dijanjikan akan direkrut menjadi pegawai tetap. Namun, nyatanya hal ini tidak pernah dilakukan dan malah kontrak untuk soutsourcing-nya terus diperpanjang tanpa ada batas waktu dan kejelasan. Di sini, diperlukan campur tangan Dinas Tenaga Kerja setempat, Kementerian Ketenagakerjaan, dan juga serikat pekerja karena pelanggaran ini bisa saja terjadi pada ratusan atau ribuan pekerja,” tegas Imelda.
3. Perlindungan Sosial Pekerja Belum Maksimal
Selain itu, hal lain yang belum terpenuhi secara maksimal adalah masalah jaminan kerja, mulai dari kesehatan, keselamatan, kecelakaan, hari tua, dan lain-lain. Sosialisasi mengenai hak-hak pekerja belum maksimal dilakukan di Indonesia sehingga masih banyak pekerja yang belum tahu mengenai hal ini. Pemberi kerja harus memenuhi kewajibannya sesuai dengan apa yang sudah ditetapkan dalam Undang-Undang.
Pemerintah juga harus melakukan pengawasan dan menjamin penegakan hukum bagi pemberi kerja atau perusahaan yang belum mendaftarkan para pegawainya ke dalam BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan. Kedua skema perlindungan ini adalah kebutuhan dasar para pekerja. Sistem pendaftarannya pun sudah dibuat sederhana dengan skema pembayaran yang murah. Harusnya dengan adanya BPJS, para pengusaha tidak ada yang mangkir dalam memberikan perlindungan untuk para pegawainya.
4. Persebaran Pekerja Tidak Merata
Permasalahan lainnya adalah persebaran pekerja di Indonesia yang tidak merata. Saat ini tenaga kerja di Indonesia sangat terkonsentrasi di Pulau Jawa. Sedangkan daerah lain di luar Pulau Jawa banyak kekurangan pekerja.
“Dengan minimnya jumlah pekerja, maka pembangunan di daerah pun jadi terhambat. Hal ini juga akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Oleh karena itu pemerintah sebaiknya lebih memfokuskan untuk pengembangan industri atau sektor unggulan daerah yang dapat menciptakan lapangan pekerjaan bagi pekerja lokal. Dengan kebijakan ini, diharapkan penyebaran pekerja bisa lebih merata dan pekerja lokal bisa mendapatkan kesempatan kerja di daerahnya masing-masing,“ ungkapnya.
5. Lemahnya Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Migran
Perlindungan hukum bagi para pekerja migran oleh pemerintah juga masih terus dipertanyakan karena belum maksimal. Seperti yang kita tahu, banyak sekali pekerja migran Indonesia yang tersandung kasus hukum namun belum mendapatkan bantuan dan perlindungan hukum dari pemerintah Indonesia karena masalah birokrasi dan diplomasi antarnegara.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Ratih Rahayu