Pengembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) bergerak semakin cepat dan mengalami kemajuan pesat dalam setiap bidang kehidupan manusia, mulai dari perawatan kesehatan, pendidikan, hingga kontrol iklim dan hasil panen. Dengan menggabungkan AI dan kecerdasan alami manusia, potensi individu dapat menjadi lebih maksimal dan memungkinkan pencapaian yang luar biasa.
Presiden Joko Widodo sangat antusias dengan roadmap strategi implementasi Revolusi Industri 4.0 dan optimis bahwa transformasi di Indonesia akan mengarah kepada pembukaan banyak lapangan pekerjaan dibandingkan menghilangkan. Revolusi Industri 4.0 diharapkan dapat menghasilkan transformasi yang pesat dan menyeluruh. Dengan demikian, negara-negara di dunia, termasuk Indonesia, harus bersiap untuk itu.
Kelima teknologi utama yang akan mendukung implementasi Industri 4.0 adalah internet of things, artificial intelligence, human-machine interface, robot dan teknologi sensor, serta teknologi pencetakan 3D.
Selain itu, Presiden Joko Widodo juga melihat implementasi Industri 4.0 sebagai peluang bagi Indonesia untuk masuk ke dalam jajaran sepuluh besar ekonomi global pada tahun 2030 dengan akan adanya peningkatan ekspor. Lebih lanjut, ia menekankan akan pentingnya menjaga pertumbuhan ekonomi inklusif yang terbagi rata untuk semua lapisan masyarakat.
Ini membuktikan bahwa kecerdasan buatan (AI) memiliki potensi untuk membantu masyarakat dalam mengatasi beberapa tantangan-tantangan yang paling menakutkan. Tetapi, potensi ini hanya dapat dimaksimalkan jika proses pengumpulan, penyatuan, dan pembagian data dilakukan dalam skala besar.
Namun, hal ini kemudian menimbulkan masalah etika seputar akses universal, keamanan, privasi, transparansi, dan sebagainya. Sampai batas tertentu, kecerdasan buatan telah menjalin hubungan yang pernah kita miliki dengan teknologi, hingga akhirnya tingkat kepercayaan yang kita miliki di dalamnya perlu dikaji ulang.
President Director Microsoft Indonesia Haris Izmee mengatakan etika menjadi bagian terpenting dalam teknologi kecerdasan buatan.
"Karena AI terus meningkatkan proses pengambilan keputusan kita, bagaimana kita dapat memastikan bahwa AI dapat memperlakukan semua orang dengan adil? Dan bagaimana kita dapat memastikan setiap orang dan organisasi untuk tetap bertanggung jawab atas sistem yang digerakkan oleh AI, yang tidak hanya menjadi lebih luas, tetapi juga lebih cerdas dan kuat?" ujar Haris Izmee.
Ini adalah beberapa pertanyaan kunci yang harus direnungkan, dianalisis, dan diuraikan oleh setiap individu, pelaku bisnis, dan pemerintah melihat perkembangan dan proliferasi AI yang semakin cepat. Untuk memaksimalkan potensi teknologi AI, semua pihak harus membangun landasan kepercayaan yang kuat.
Pengguna tidak akan menggunakan solusi dengan teknologi kecerdasan buatan (AI-enabled solution) jika mereka tidak percaya bahwa solusi-solusi tersebut memenuhi standar tertinggi untuk keamanan, privasi, dan keselamatan. Untuk merealisasikan manfaat penuh AI, semua pihak perlu bekerja sama untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan ini dan menciptakan sistem yang dapat dipercaya oleh masyarakat.
Ada enam prinsip yang menjadi jantung pengembangan dan penyebaran solusi yang didukung oleh AI. Pertama, privasi dan keamanan. Seperti teknologi awan lainnya, sistem AI harus mematuhi undang-undang privasi yang mengatur tentang pengumpulan, penggunaan dan penyimpanan data, serta memastikan informasi pribadi yang digunakan sesuai dengan standar privasi dan dilindungi dari penyalahgunaan atau pencurian.
"Kedua, transparansi. Karena AI semakin memengaruhi kehidupan setiap orang, kita harus memberikan informasi kontekstual tentang bagaimana sistem AI beroperasi sehingga masyarakat dapat memahami bagaimana keputusan dibuat dan lebih mudah dalam mengidentifikasi potensi bias, kesalahan, dan hasil yang tidak diinginkan," tutur dia.
Ketiga keadilan, ketika sistem AI membuat keputusan tentang perawatan medis atau pekerjaan, misalnya, mereka harus membuat rekomendasi yang sama untuk semua orang dengan gejala atau kualifikasi serupa. Kemudian, keandalan, sistem AI harus dirancang untuk dapat beroperasi dalam parameter yang jelas dan menjalani pengujian yang ketat untuk memastikan mereka merespons dengan aman dalam situasi yang tidak terduga, dan tidak berevolusi dengan cara yang tidak sesuai dengan ekspektasi.
Masyarakat harus memainkan peran penting dalam membuat keputusan tentang bagaimana dan kapan sistem AI harus dikerahkan.
"Kelima, inklusivitas. Solusi AI harus dapat mengatasi berbagai kebutuhan dan pengalaman manusia melalui praktik desain yang inklusif dalam mengantisipasi hambatan potensial dalam produk atau lingkungan yang dapat secara tidak sengaja mengucilkan seseorang," ujarnya.
Keenam, akuntabilitas; orang yang mendesain dan memasang sistem AI harus bertanggung jawab bagaimana sistem mereka beroperasi.
"Untuk mengubah Indonesia menjadi negara yang kompetitif, diperlukan pengembangan dan integrasi konektivitas, teknologi, informasi dan komunikasi, dan semua yang harus didasarkan pada kepercayaan dan panduan etika," ucap dia.
SDM Terampil
Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan sumber daya manusia (SDM) menjadi salah satu faktor utama dalam menopang implementasi revolusi industri keempat. Namun, SDM yang dibutuhkan oleh industri saat ini adalah yang memiliki kompetensi dalam pemanfaatan teknologi digital.
"SDM tidak bisa lepas dari aktivitas industri. Meski sekarang sudah memasuki era digital," ujar dia.
Untuk itu, Kementerian Perindustrian telah meggulirkan berbagai program pendidikan dan pelatihan vokasi guna menyongsong industri 4.0. Misalnya, pendidikan vokasi yang link and match antara industri dengan sekolah menengah kejuruan (SMK).
Hingga saat ini, Kemenperin sudah meluncurkan program vokasi tersebut dalam lima tahap. Wilayahnya meliputi Jawa Timur, Jawa Tengah dan Yogyakarta, Jawa Barat, Sumatera Utara, serta DKI Jakarta dan Banten. Total industri yang terlibat sebanyak 558 perusahaan dan 1.537 SMK.
"Untuk pengembangan SDM di politeknik, kami juga punya program skill for competitiveness (S4C) yang bekerja sama dengan Swiss," ujar Airlangga.
Pada tahap awal, ada empat politeknik milik Kemenperin akan dikembangkan dalam kerja sama ini. Politeknik tersebut, yaitu Politeknik Logam Morowali, Sulawesi Tengah; Politeknik Kayu dan Pengolahan Kayu Kendal, Jawa Tengah; Politeknik Industri Petrokimia Cilegon, Banten; serta Akademi Komunitas Industri Logam Bantaeng, Sulawesi Selatan.
"Seperti di Morowali, tersedia laboratorium metalurgi. Itu lebih bagus dari universitas negeri yang ada saat ini," ucap Menperin.
Morowali menjadi kabupaten di Sulawesi Tengah yang memiliki pertumbuhan ekonomi sangat pesat dengan mencapai 60 persen atau 12 kali dari pertumbuhan ekonomi nasional. Perkembangan wilayah tersebut juga dipengaruhi besar dengan berdirinya Kawasan Industri Morowali di mana sebagian besar terdiri dari perusahaan smelter nikel yang mampu meningkatkan nilai tambah, menyerap banyak tenaga kerja, dan memberikan devisa negara dari hasil ekspor.
Oleh karenanya, pemerintah terus mendorong agar semakin banyak para pengusaha nasional terutama yang tergabung di Apindo dapat terlibat dalam program pendidikan dan pelatihan vokasi.
"Implementasi industri digital atau industri 4.0 ini ada di tangan pengusaha. Sedangkan, pemerintah yang membuat roadmap-nya," pungkas dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo