Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel menolak pemotongan pajak rokok tahun 2018 yang diwacanakan pemerintah pusat melalui Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Republik Indonesia. Pasalnya, kebijakan tersebut dapat mempengaruhi perencanaan pembangunan di Sulsel yang telah disusun berdasarkan alokasi pajak rokok yang akan diterima.
"Kami bersama Asosiasi Bapenda (Badan Pendapatan Daerah) Seluruh Indonesia menolak pemotongan pajak rokok yang sementara diwacanakan oleh pemerintah pusat. Itu akan mempengaruhi kegiatan yang telah disusun sebelumnya," ujar Kepala Bapenda Sulsel, Tautoto, kemarin.
Menurut Tautoto, dalam waktu dekat Asosiasi Bapenda Seluruh Indonesia akan menggelar pertemuan. Salah satu hal yang bakal dibahas adalah menolak pemotongan pajak rokok.
Ia menambahkan bukan hanya Pemprov Sulsel yang terganggu dengan pemotongan pajak rokok. Pemerintah di kabupaten/kota juga akan terganggu karena telah menyusun program kegiatan untuk tahun 2018.
Penjabat Gubernur Sulsel itu menambahkan Sulsel pada April 2018 menerima dana transfer dari pemerintah pusat untuk pajak rokok sebesar Rp184,4 miliar atau sebesar 30,24 persen dari target tahun 2018 sebesar Rp610 Miliar.
Dana tersebut segera dibagikan ke kabupaten/kota lingkup Sulsel untuk membiayai program yang telah dibuat. Kabupaten/kota mendapat pembagian sebesar 70%, sementara provinsi hanya mendapat sebesar 30%. Besaran nilai yang diperoleh kabupaten/kota, salah satunya ditentukan oleh jumlah penduduknya. Makin besar jumlah penduduk, makin besar jumlah pajak yang mereka terima.
Ia menegaskan pajak rokok tersebut harus digunakan untuk peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat dan penegakan hukum. Pada umumnya pemerintah daerah mengalokasikan 5% untuk penegakan hukum dan 95% untuk kesehatan.
Meski demikian, ada kabupaten/kota (termasuk provinsi) mengalokasikan belanja pajak rokok untuk kegiatan peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat lebih dari 50%. Dana itu dimanfaatkan untuk pembangunan sarana kesehatan masyarakat, alat kesehatan, penyelenggaran puskesmas, posyandu, rumah sakit pemerintah dan pelayanan kesehatan lainnya.
Yang terbanyak adalah penggunaan pajak rokok untuk membayar iuran BPJS bagi masyarakat kurang mampu yang tidak ter-cover dalam program kesehatan nasional. "Yang menjadi keberatan kita adalah adanya wacana pemerintah pusat akan melakukan pemotongan pajak rokok untuk kebutuhan BPJS tersebut. Bila ini terjadi, maka pemerintah daerah akan kekurangan dana pajak rokok sebesar Rp200 miliar lebih pada tahun 2018," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tri Yari Kurniawan
Editor: Vicky Fadil