Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Government
Video
Indeks
About Us
Social Media

FTCT Disetujui, Nasib Petani Tembakau di Ujung Tanduk

FTCT Disetujui, Nasib Petani Tembakau di Ujung Tanduk Kredit Foto: Mochamad Ali Topan
Warta Ekonomi, Surabaya -

Kerangka kerja pengendalian tembakau yang tertuang dalam Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) berpotensi mematikan usaha petani. Masalahnya di dalam ratifikasi FTCT ini cenderung mematikan dengan cara mengonversi tembakau ke tanaman produksi  pertanian lainnya.

Ketua Umum Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI), Soeseno menyebut kerangka kerja tersebut bisa mengubah Indonesia dari produsen tembakau menjadi importir. Dia mencontohkan China bisa menjadi ancaman bagi Indonesia, lantaran negeri Tirai Bambu itu telah mengembangkan tembakau jenis Prancak asal Pamekasan, Jatim.

“Kami tidak bisa membayangkan jika ratifikasi itu ditandatangani. Bisa-bisa Prancak asal Pamekasan yang dikembangkan China masuk kembali ke Indonesia,” terang Soeseno di Surabaya, Senin (14/5/2018).

Menurutnya, ratifikasi FCTC sebetulnya dianggap merugikan, lantaran petani bisa tergoda untuk menanam tanaman lain.

“Malaysia misalnya, telah menonversi tanaman tembakau ke tanaman penghasil tikar. Ini bisa menjadi ancaman bagi kami,” tegasnya.

Sementara Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pamekasan, Bambang Edi saat dihubungi Warta Ekonomi mengakui, tidak terlalu risau dengan ratifikasi FCTC tersebut. Meski sebenarnya ancaman konversi tembakau ke tanaman lain bisa saja terjadi sewaktu-waktu.

“Tembakau bukan sekedar menjadi budi daya tetepi telah menjadi budaya di Pamekasan. Bahkan tembakau telah menyumbang 7,6% atau sekitar Rp500 miliar terhadap PDRB Pamekasan. Selain itu, tembakau telah menyerap sekitar 80% tenaga kerja di sektor pertanian tersebut,” terang Bambang .

Bambang menambahkan jika tembakau selalu menggoda masyarakat Pamekasan untuk bercocok tanam daun emas hijau ini. Sebab petani selalu tergoda dengan break event point (BEP) tembakau yang dalam tiga tahun terus meningkat. Di tahun 2016 tercatat Rp32.861/ kg, naik menjadi Rp36.978/ kg di tahun 2017. Tahun ini BEP telah berada di posisi Rp39.931/ kg.

“Melihat data-data di atas, saya kurang setuju tembakau dikambing hitamkan, melalui skem ratifikasi FCTC. Kontribusi tembakau tidak kecil,” ungkapnya.

Bahkan Bambang secara tegas menyatakan, pihaknya sangat melindungi para petani tembakau Pamekesan dengan melarang tembakau dari luar Pamekasan masuk diwilayahnya.

“Kami benar-benar melindungi mereka (petani tembakau) yakni dengan tembakau dari luar masuk ke wilayah kami. Hal itu, sebagai upaya agar petani tembakau Pamekasan bisa menjual secara normal. Jika tembakau luar Pamekasan masuk tentunya, akan merusak harga,” bebernya

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Mochamad Ali Topan
Editor: Vicky Fadil

Bagikan Artikel: