Untuk membangun pemahaman tentang strategi pemerintah dalam menangani stunting serta peran lintas agama dalam mendukung penanganan stunting di Indonesia, Kementerian PPN/Bappenas menyelenggarakan diskusi media bertajuk Cegah Stunting, Investasi Bersama untuk Masa Depan Anak Bangsa di Ruang Benny S. Mulyana, Gedung Widjojo Nitisastro, Kementerian PPN/Bappenas.
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan gizi kronis terutama dalam 1000 Hari Pertama Kehidupan. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 menunjukkan 37,2 persen atau sekitar 9 juta balita di Indonesia pada 2013 mengalami stunting. Dampak jangka pendek dari kurang gizi tersebut adalah gagal tumbuh sempurna, berat badan lahir rendah, stunting, dan kurus, juga hambatan perkembangan kognitif dan motorik sehingga berpengaruh pada perkembangan otak dan keberhasilan pendidikan, serta gangguan metabolik sehingga risiko penyakit tidak menular seperti diabetes, obesitas, stroke, dan penyakit jantung menjadi meningkat.
“Diskusi media ini sangat penting, mengingat media adalah salah satu mitra penting dalam upaya pencegahan stunting, terutama untuk membangun pemahaman masyarakat Indonesia tentang pentingnya 1000 Hari Pertama Kehidupan sebagai kunci untuk meningkatkan kualitas pembangunan sumber daya manusia sehingga daya saing bangsa dapat meningkat,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro, dalam keterangan resminya, di Jakarta, Selasa (29/5/2018).
Dalam jangka panjang, stunting menimbulkan kerugian ekonomi sebesar 2-3 persen dari produk domestik bruto (PDB) per tahun. Jika PDB Indonesia sebesar USD 13.000 triliun, maka diperkirakan potensi kerugian akibat stunting dapat mencapai USD 260-390 triliun per tahun (Bank Dunia, 2016). Ketika dewasa, anak yang mengalami kondisi stunting pun berpeluang mendapatkan penghasilan 20 persen lebih rendah dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami stunting.
Untuk itu, pencegahan stunting menjadi prioritas nasional pemerintah dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) 2018 dan 2019, mengingat saat ini, 1 dari 3 anak balita Indonesia menderita stunting. Pada 2018, pemerintah fokus melakukan pencegahan dan penurunan stunting di 100 kabupaten/kota prioritas. Angka tersebut meningkat menjadi 160 kabupaten/kota pada 2019. Dalam pelaksanaannya, penurunan stunting harus dilakukan dengan memperkuat koordinasi lintas sektor dan lintas kementerian/lembaga.
Penurunan stunting yang juga merupakan prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019, harus sejalan dengan penurunan anemia, bayi dengan berat lahir rendah, bayi dengan berat badan di bawah rata-rata (underweight), anak dengan berat badan kurang untuk ukuran tinggi badannya (wasting), obesitas, serta peningkatan cakupan ASI eksklusif.
“Mencegah stunting sangat penting untuk mencapai SDM Indonesia yang berkualitas dan pertumbuhan ekonomi yang merata, serta memutus rantai kemiskinan antar generasi. Komitmen pemerintah daerah sangat penting dalam memastikan program penurunan stunting dapat direncanakan dan dianggarkan dalam dokumen perencanaan di daerah. Kepala daerah harus turun tangan untuk mengawal dan memantau pelaksanaan setiap kegiatan agar berjalan dengan baik dan tepat sasaran,” tegas Menteri Bambang.
Dalam diskusi media tersebut, turut hadir perwakilan Jaringan Lintas Agama (JALA) Cegah Stunting yang diwakili Nasyiatul Aisyiyah dan Persekutuan Pelayanan Kristen untuk Kesehatan di Indonesia (Pelkesi).
Secara independen, JALA mendukung upaya penanganan stunting sebagai agenda utama pembangunan Indonesia dengan melakukan monitoring program percepatan penurunan prevalensi stunting dan advokasi berbasis data.
Sejak terbentuk, JALA Cegah Stunting telah pro-aktif dalam melakukan upaya mempengaruhi kebijakan, antara lain melalui dialog dengan berbagai kementerian/lembaga dan DPR-RI. Anggota jejaring juga telah aktif terlibat dalam upaya penanganan stunting dengan menjangkau anggota di berbagai wilayah kerja di seluruh Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri