Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Harga Telur Melambung, Ini Pemicunya

Harga Telur Melambung, Ini Pemicunya Telur Ayam | Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Melonjaknya harga telur ayam dipicu oleh tingginya harga pakan ayam. Tingginya harga pakan ayam nabati, yang sebagian besar adalah jagung, dipengaruhi oleh ketersediaannya di pasar. Jumlah produksi jagung nasional tidak bisa memenuhi jumlah konsumsi jagung nasional. Di saat yang bersamaan, pemerintah justru membatasi impor jagung tanpa memperhatikan pasokan memadai.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Imelda Freddy, mengatakan, lebih dari 50% produksi jagung memang diperuntukkan untuk konsumsi hewan, misalnya saja ayam. Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian (Kementan), jumlah produksi jagung nasional mengalami peningkatan pada periode 2013 sampai 2017. Pada 2013, jumlah produksi jagung nasional adalah 18,5 juta ton dan meningkat menjadi 19 juta ton dan 19,6 juta ton pada 2014 dan 2015. Pada 2016 dan 2017 jumlahnya menjadi 19,7 juta ton dan 20 juta ton.

"Di saat yang bersamaan, jumlah konsumsi jagung nasional juga terus naik. Pada periode 2013-2015, jumlah konsumsi jagung nasional berjumlah 21,6 juta ton, 22,5 juta ton, dan 23,3 juta ton. Ada sedikit penurunan pada 2016 yaitu menjadi 22,1 juta ton. Jumlah ini kembali naik menjadi 23,3 juta ton pada 2017," urai Imelda dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (18/7/2018).

Menurut Imelda, jumlah produksi jagung nasional terus meningkat. Tapi kenaikan ini juga diikuti adanya lonjakan jumlah konsumsi nasional. Tanpa adanya ketersediaan yang memadai, harga jagung akan tinggi. Belum lagi pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang sudah pasti memengaruhi impor.

Jumlah jagung yang diimpor Indonesia terus mengalami penurunan. Indonesia mengimpor 3,19 juta ton jagung pada 2013 dan 3,18 juta ton pada 2014. Sementara itu pada 2015, 2016, dan 2017 jumlah impornya adalah 3,5 juta ton, 1,3 juta ton, dan 500.000 ton. Penurunan jumlah impor yang dimaksudkan untuk melindungi petani jagung nasional justru tidak efektif untuk menjaga kestabilan harga.

"Pemerintah ingin meningkatkan produktivitas jagung nasional dengan cara menyediakan benih gratis melalui program subsidi benih pada 2015. Sayangnya, program ini datang bersamaan dengan berbagai pembatasan pada impor jagung. Hal ini menyebabkan kurangnya persediaan. Maka itu, tidak mengejutkan saat harga jagung nasional lebih tinggi daripada harga di pasar internasional,” jelas Imelda.

Chairwoman CIPS, Saidah Sakwan, mengatakan, pemerintah harus mendorong intensifikasi on farm terkait produktivitas dan efisiensi agar jagung nasional kompetitif dari sisi mutu, harga dan mampu mencukupi jumlah konsumsi nasional.

"Kalau supply jagung nasional belum memadai, impor bisa menjadi alternatif. Pemerintah bisa mengenakan tarif untuk impor jagung," tandas Saidah.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Ratih Rahayu
Editor: Ratih Rahayu

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: