Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Praktik GCG Makin Menurun di Industri Perbankan

Praktik GCG Makin Menurun di Industri Perbankan Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Praktik tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG) di industri perbankan mulai merosot dalam 10 tahun terakhir. Padahal, pembobolan dana ataupun praktik fraud yang menimpa perbankan makin marak terjadi.

Tantangan praktik GCG akan lebih besar lagi ketika industri perbankan mulai mengadopsi teknologi digital dalam setiap produk dan layanannya. 

Berdasarkan riset yang dilakukan Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), dalam 10 tahun sejak 2007, nilai komposit dari penerapan GCG yang dilakukan industri perbankan memang masih berada dalam kisaran baik. Meskipun membaik, nilai kompositnya justru semakin menurun.

"Rata-rata nilai GCG industri perbankan adalah 2,02 yang didapat dari 90 hank yang mengirimkan laporan GCG self assessment," kata Kepala Riset LPPI, Lando Simatupang, di Jakarta, Selasa (31/7/2018).

Disebutkan, dalam riset LPPI ketika pertama kali diterapkan pada 2006, nilai rata-rata GCG industri perbankan berada di kisaran 1 yang berarti sangat baik. Baru setahun sejak diterapkan, nilai GCG perbankan terlihat memburuk.

"Malah, setelah sepanjang 2008-2010 penerapan GCG perbankan terlihat ada perbaikan, peringkatnya kembali memburuk dan mencapai puncaknya pada 2015," kata Lando. 

Jika ditengok ke belakang, sepanjang 2011 sampai 2015, industri perbankan memang menghadapi persoalan yang tidak ringan terkait maraknya praktik kecurangan (fraud) yang mengerogoti beberapa bank umum.

Bank diwajibkan untuk mengisi penilaian GCG dengan metode self assessment pada 11 aspek yang sudah ditetapkan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Isian tersebut nantinya akan menghasilkan nilai akhir 1 sampai 5, yang mana semakin tinggi angkanya berarti semakin buruk penerapan GCG di bank tersebut. 

Riset LPPI ini juga bertujuan untuk melihat konsistensi pengelola dalam melakukan self asessment. Untuk yang pertama menggunakan statistik deskriptif dan yang kedua memakai uji akar unit (unit root test) Augmented Dickey Fuller (ADF).

Data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari 100 bank, dari tahun 2007-2017 dan bersumber dari laporan GCG bank di Indonesia serta survei yang dikirimkan kepada seluruh bank. 

"Hasil penelitian menunjukkan nilai rata-rata GCG industri perbankan nasional adalah 2,05. Nilai tersebut masuk ke dalam peringkat komposit baik," ujar Lando.

Bila berdasarkan kategori BUKU (Bank Umum Kelompok Usaha), BUKU 1 rata-ratanya 2,23, BUKU 2 mendapatkan nilai rata-rata 2,10. BUKU 3 nilai rata-ratanya 1,85, dan BUKU 4 nilai rata-ratanya 1,25. Dengan demikian, BUKU 4 mendapatkan peringkat sangat baik. 

Artinya, bisa dikatakan bank-bank bermodal besar masih bisa mempertahankan praktik GCG di perusahaannya sesuai dengan ketentuan regulator. Di Indonesia, perbankan nasional, wajib menjalankan GCG sejak Bank Indonesia menerbitkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 8/4/PBl/2006 tanggal 30 Januari 2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum sebagaimana diubah dengan PBI No. 8/14/PBI/2006 tanggal 5 Oktober 2006 dan Surat Edaran Bank Indonesia (SEBI) No. 9/12/DPNP tanggal 30 Mei 2007 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance bagi Bank Umum. Kemudian sejak 2016, peraturan mengenai GCG merujuk kepada Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 55/PO]K.03/2016. 

Salah satu rangkaian aktivitas GCG setiap bank umum yang beroperasi di Indonesia melakukan self assessment secara mandiri dengan menggunakan prinsip TARIF, paling kurang satu kali dalam setahun. Hasil self assessment ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari laporan pelaksanaan GCG.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fauziah Nurul Hidayah

Bagikan Artikel: