Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kata Pak JK, Politik Identitas di Indonesia Tak Terlalu Parah

Kata Pak JK, Politik Identitas di Indonesia Tak Terlalu Parah Kredit Foto: Antara/Puspa Perwitasari
Warta Ekonomi, Jakarta -

Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan politik identitas di Indonesia tidak terlaru parah dibandingkan dengan negara lain.

"Politik identitas itu ada di semua negara demokrasi, bukan hanya di Indonesia. Banyak orang salah kaprah, seakan-akan Pilkada Jakarta itu menyebabkan perpecahan, ada suatu politik identitas yang besar. Memang itu terjadi, tetapi tidak separah apa yang dikatakan, dengan contoh (Pilkada) Jakarta," kata Jusuf Kalla dalam Diskusi Business Lunch "Waspada Ekonomi Indonesia di Tahun Politik" di Hotel Aryaduta Jakarta, Kamis.

Kalla menjelaskan berdasarkan data hasil pemilihan kepala daerah DKI Jakarta, pemilih pasangan Ahok-Djarot waktu itu justru lebih banyak non-Kristiani. Hal itu terlihat dari persentase pemilih non-Islam di DKI Jakarta sebanyak 21 persen, sementara perolehan suara Ahok-Djarot mencapai 43 persen.

"Di DKI, pemilih non-Islam yang sekiranya memilih Ahok, walaupun tidak, itu cuma 21 persen; tetapi warga DKI yang memilih Ahok kan 43 persen. Jadi lebih banyak pemilih Islam yang memilih Ahok dibandingkan pemilih non-Islam. Berarti, sebenarnya, tidak ada, tidak terbelah ini, politik identitas," jelas Wapres Jusuf Kalla.

Kalla juga mencontohkan kondisi politik identitas yang terjadi di Amerika Serikat. Di negeri Paman Sam itu, kata JK, perlu waktu sedikitnya 175 tahun untuk warga Amerika Serikat memiliki presiden beragama Katolik.

"Di AS, yang mayoritas Kristen Protestan, baru memiliki presiden Katolik pertama itu setelah 175 tahun, (John F.) Kennedy. Bahkan, mereka perlu 240 tahun untuk orang kulit hitam bisa jadi Presiden (Barack Obama)," tutur Wapres.

Oleh karena itu, menjadi lumrah apabila presiden di Indonesia umumnya adalah orang bersuku Jawa, karena 60 persen penduduk Indonesia terkonsentrasi di Pulau Jawa.

"Presiden kita umumnya dari Jawa, ya itu karena 60 persen penduduk Indonesia itu di Jawa; maka akan terjadi (orang memilih) orang yang dia kenal," ujarnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Ferry Hidayat

Bagikan Artikel: