Pelemahan nilai tukar rupiah yang terus-menerus menandakan kebijakan moneter seperti penyesuaian BI 7 Day Repo Rate tidak cukup untuk menahan laju penguatan dolar Amerika Serikat.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Assyifa Szami Ilman, mengatakan perlu ada kebijakan yang dapat memperkuat fondasi perekonomian dalam jangka panjang, namun dengan manfaat yang dapat dirasakan dalam jangka pendek. Pemerintah perlu mempertimbangkan opsi penerimaan devisa melalui sektor pariwisata. Dari segi infrastruktur, Indonesia dinilai telah memiliki fasilitas yang lebih baik.
"Potensi kunjungan wisman pun menunjukkan tren positif di mana pertumbuhan kunjungan wisman di wilayah Asia Pasifik tumbuh sebesar 8% (UNWTO), jauh di atas pertumbuhan ekonomi dunia yang sedang lesu dengan ekspektasi pertumbuhan 3,2% pada 2018 ini," katanya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (5/9/2018).
Selain itu, imbuhnya, dalam jangka menengah pemerintah bisa mempermudah alur investasi dan juga meningkatkan daya tarik investasi dengan meningkatkan capaian Indonesia dalam ease of doing business (EODB) ranking yang dirilis oleh Bank Dunia.
Walaupun Indonesia telah berhasil melompat sebesar 19 peringkat dari 2017-2018, Ilman mengingatkan Indonesia masih memiliki pekerjaan rumah yaitu meningkatkan peringkat dalam indikator Memulai Bisnis (Starting a Business) yang masih berada di peringkat 144.
Untuk meningkatkan capaian dalam indikator tersebut, pemerintah perlu mengambil langkah untuk mengurangi jumlah prosedur yang harus ditempuh dan juga menekan waktu, biaya, dan minimum modal yang disyaratkan untuk memulai bisnis.
"Walaupun kebijakan ini mungkin tidak akan langsung dirasakan manfaatnya mengingat perekonomian dunia masih lesu, namun Indonesia dapat meningkatkan keunggulan komparatif di masa mendatang dalam hal investasi," urainya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: