Perdagangan Menegang, Pertumbuhan Asia Diproyeksikan Tumbuh 6%
Bank Pembangunan Asia (Asian Development Bank/ADB) baru saja merilis proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia pada 2018. Menurut ADB, pertumbuhan ekonomi Asia sepanjang 2018 akan mencapai pada angka 6%. Sedangkan prakiraan pertumbuhan pada 2019 diturunkan 0,2 poin persentase menjadi 5,8%.
Ekonom Kepala ADB Yasuyuki Sawada mengatakan, pertumbuhan masih stabil di sebagian besar kawasan Asia yang sedang berkembang berkat permintaan domestik yang kuat, harga minyak dan gas yang tinggi, serta pertumbuhan India yang kembali naik selepas konsolidasi.
Akan tetapi, ketegangan perdagangan yang terus memuncak akan menguji ketangguhan kawasan ini, keadaan yang menggarisbawahi pentingnya upaya meningkatkan hubungan perdagangan di antara negara-negara Asia dan Pasifik.
"Pertumbuhan di kawasan ini mampu bertahan menghadapi tantangan eksternal, dibantu oleh permintaan domestik yang kuat di Republik Rakyat Tiongkok (PRC) dan India," jelas Yasuyuki Sawada dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/9/2018).
Namun demikian, lanjut dia, risiko terbesar bagi kelanjutan pertumbuhan adalah gangguan terhadap jaringan produksi internasional akibat memuncaknya ketegangan perdagangan. Tetapi, pertumbuhan Asia seharusnya akan tetap tangguh menghadapi pengaruh langsung dari langkah-langkah perdagangan yang sudah diambil hingga saat ini.
"Permintaan domestik yang kuat menjadi penggerak bagi perekonomian terbesar di kawasan ini, sedangkan harga minyak dan gas yang tinggi memicu pertumbuhan negara-negara pengekspor energi seperti Kazakhstan," ujarnya.
Namun, berbagai hambatan yang mulai mengemuka menimbulkan tanda tanya mengenai arah pertumbuhan kawasan ini di masa mendatang. Selain memuncaknya ketegangan perdagangan, likuiditas global yang makin ketat dapat makin meredupkan prospek di tahun-tahun ke depan.
Perekonomian India terus tumbuh dengan kuat. Prakiraan pertumbuhannya tetap tidak berubah sebesar 7,3% pada 2018 dan 7,6% pada 2019 seiring meredanya pengaruh sementara dari demonetisasi uang kertas pecahan besar dan diperkenalkannya pajak barang dan jasa nasional, sesuai perkiraan. Dampak kenaikan harga minyak diimbangi oleh kuatnya permintaan domestik dan naiknya ekspor, terutama di bidang manufaktur.
Depresiasi rupee dan volatilitas pasar keuangan eksternal menjadi tantangan, demikian pula dengan laju inflasi yang semakin cepat, meskipun kebijakan fiskal yang lebih ketat akan membantu mengatasi tekanan inflasi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: