Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

RUU SDA Harus Difokuskan ke Masalah Pelayanan Air Minum dan Sanitasi

RUU SDA Harus Difokuskan ke Masalah Pelayanan Air Minum dan Sanitasi Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Untuk memenuhi kewajibannya melindungi dan menghormati hak atas air masyarakat, negara memerlukan sebuah regulasi yang memadai.

Peneliti CRPG M Al’Afghani mengatakan, jika tidak dilakukan, negara berarti sudah melalikan kewajibannya itu. Karenanya, Rancangan Undang-Undang Sumber Daya Air (RUU SDA) disarankan agar lebih fokus mengatur soal pelayanan air minum dan masalah sanitasi yang hingga kini menjadi isu utama dalam penyediaan air minum bagi masyarakat. 

Menurut Mova, RUU SDA belum cukup mengakomodir hak atas air dalam konteks pelayanan air minum dan sanitasi. Dia melihat RUU SDA hanya difokuskan untuk mengatur air sebagai sumberdaya.

“Apalagi ada usulan untuk mengatur masalah air minum dan sanitasi dalam Undang-Undang tersendiri,” ujarnya dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Rabu (31/10/2018).

Karenanya, dia mengusulkan agar RUU SDA membuat peluang pengaturan lebih detail atas air minum dan sanitasi karena empat alas an. Pertama, karena pemerintah memiliki target 100% akses air universal dan 0% rakyat Indonesia buang air besar sembarangan pada 2019. Hal ini akan memerlukan instrumen hukum. Kedua, karena UU Air Minum dan Sanitasi tidak mungkin diselesaikan dalam waktu cepat. Ketiga, karena pada prakteknya nanti peraturan air minum dan sanitasi akan dicantolkan pada UU SDA juga. Keempat, karena perintah MK untuk menjamin hak atas air tidak mungkin cukup dilaksanakan dengan RUU SDA dalam format saat ini. 

Sementara itu, Ekonom UI Faisal Basri, berpendapat RUU SDA sebaiknya lebih difokuskan kepada pengelolaan air minum. Karena dia meilhat adanya manajemen yang salah dalam pengelolaan air minum selama ini.  Dia mencontohkan, dengan potensi sumber daya Indonesia sebesar 3,9 triliun meter kubik per tahun, yang telah dapat dikelola baru mencapai sekitar 691 miliar meter kubik atau 18% dari potensi.

“Jadi ada potensi yang belum termanfaatkan sekitar 3,2 triliun meter kubik per tahun atau 82% dan itu terbuang ke laut dengan percuma.  Menurut saya, masalah yang dihadapi hingga saat ini adalah jeleknya manajemen air kita,” ungkapnya. 

Faisal melihat kebutuhan terhadap air saat ini lebih cepat daripada mengelola airnya, sehingga memicu kelangkaan air daerah.

“Lantas yang disalahkan pengusahaan air dan dikambinghitamkan. Padahal penggunaan air oleh mereka itu hanya dua persen saja. Kan goblok banget ini,” ucapnya geram. 

Sementara Fany Wedahuditama mengatakan, air untuk kebutuhan sanitasi dan air limbah sebagai bagian dari kebutuhan dasar belum terakomodir dalam RUU SDA. “Masalah sanitasi di RUU SDA hanya satu kata saja. Ini akan bermasalah nantinya untuk yang punya tanggung jawab mengamankan air limbah untuk membuat peraturan turunannya karena tidak punya cantolan di undang-undang,” katanya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Tag Terkait:

Bagikan Artikel: