Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

BI: Kita Bukan Head to Head dengan Fed Fund Rate

BI: Kita Bukan Head to Head dengan Fed Fund Rate Kredit Foto: Reuters/Kevin Lamarque
Warta Ekonomi, Solo -

Bank Indonesia (BI) menyatakan the Federal Reserve (The Fed) bukan cuma satu-satunya acuan BI dalam merumuskan dan mengeluarkan kebijakan khususnya kebijakan suku bunga. Artinya the Fed bukan head to head BI.

Demikian yang disampaikan Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo, saat menanggapi langkah BI menghadapi kemungkinan the Fed menaikkan suku bunga acuannya pada Desember 2018 di Pelatihan Wartawan Ekonomi Nasional di Solo, Jawa Tengah, Sabtu (17/11/2018).

"Kembali kami di Desember tidak ada head to head dengan Fed Fund Rate. Kami melihat keseluruhan data secara makro. Apakah ECB naik lalu BI Rate naik? kami kembali melihat data," ujar Dody.

Dia mengungkapkan, dalam merumuskan kebijakan, BI sangat mengamati bagaimana ekspektasi yang terbentuk di pasar dan berdasarkan data dependence yang ada di global maupun domestik.

"Jadi apapun yang terjadi, saya tidak pernah mengatakan FFR naik besok, BI mengawali dengan naik hari ini. Tidak pernah. BI melihat dari data dependence," ungkapnya.

Sebagai contoh, kata dia, Saat Fed menaikkan FFR pertama dan kedua sebelum Juli tahun lalu, BI tidak menaikkan suku bunga. Bahkan yang terjadi inflow masuk ke perekonomian Indonesia.

"Kita mengalami apresiasi nilai tukar pada saat FFR dinaikan," tambah Dody.

Untuk diketahui, pada 14-15 November 2018 BI memutuskan untuk menaikkan BI 7-day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps menjadi 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 25 bps menjadi 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 25 bps menjadi 6,75%. Sementara di bulan yang sama the Fed menahan suku bunga acuannya di level 2%-2,25%.

Dody mengakui, keputusan BI menaikkan suku bunga acuannya kemarin lebih kepada upaya BI untuk membantu menurunkan defisit transaksi berjalan di bawah 3% terhadap PDB secara keseluruhan tahun.

Asal tahu saja, defisit transaksi berjalan pada triwulan III 2018 tercatat sebesar US$8,8 miliar (3,37% PDB), lebih tinggi dibandingkan dengan defisit triwulan sebelumnya sebesar US$8,0 miliar (3,02% PDB). Meski demikian, secara kumulatif defisit neraca transaksi berjalan hingga triwulan III 2018 tercatat 2,86% PDB.

"Kita melihat transaksi berjalan masih perlu bantu dikurangi. Tahun ini dperkirakan akan di bawah 3% terhadap PDB untuk keseluruhan tahun. Nanti (2019) akan masuk level yang lebih healthty yakni 2,5%," paparnya.

Selain itu, Kenaikan suku bunga kebijakan tersebut juga untuk memperkuat daya tarik aset keuangan domestik dengan mengantisipasi kenaikan suku bunga global dalam beberapa bulan ke depan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Kumairoh

Bagikan Artikel: