- Home
- /
- Kabar Finansial
- /
- Bursa
Meski Ada Pesta Rakyat, Indonesia Diyakini Tetap Jadi Tujuan Investasi
Sepanjang tahun 2018, kondisi pasar keuangan Indonesia mengalami volatilitas akibat dari sentimen negatif yang disebabkan oleh isu perang dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok serta krisis pelemahan mata uang negara berkembang.
Meskipun ada beberapa agenda yang perlu diperhatikan, di tahun 2019 diperkirakan kondisi pasar mulai kondusif dan investor asing kembali melihat emerging market termasuk Indonesia sebagai tujuan investasi. Reksa dana saham pun masih menjadi pilihan investasi jangka panjang dengan imbal hasil yang lebih optimal dibanding instrumen investasi lainnya.
Head of Wealth Management & Retail Digital Business Bank Commonwealt, Ivan Jaya menerangkan, bahwa di sepanjang tahun 2018, kondisi pasar modal Indonesia cukup bergejolak akibat sentimen negatif dari isu perang dagang Amerika Serikat dan Tiongkok yang menyebabkan dana asing keluar dari emerging market, termasuk Indonesia, karena para investor kembali berinvestasi di negara maju.
"Selain itu juga, krisis pelemahan mata uang Turki dan kebijakan The Fed yang menaikkan suku bunga acuan turut memberikan sentimen negatif,” jelas Ivan Jaya, dalam keterangan resminya, di Jakarta, Jumat (14/12/2018).
Lebih lanjut Ivan menyebutkan jika untuk menjaga stabilitas iklim investasi serta menjaga nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat, Bank Indonesia punmenaikkan suku bunga acuan sebanyak enam kali dengan total kenaikan sebesar 175 bps.
“Kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia adalah respon dari kenaikan suku bunga acuan Amerika Serikat, untuk menjaga kondisi ekonomi dan pasar tetap kondusif,” lanjutnya.
Ivan menambahkan, kondisi yang mulai membaik pada akhir tahun 2018 ini diprediksi akan berlanjut di tahun 2019 mendatang. Investor asing pun akan mulai kembali melirik emerging market termasuk Indonesia sebagai tujuan investasi karena valuasi pasar saham yang cukup atraktif dan kenaikan suku bunga Amerika Serikat yang diperkirakan tidak seagresif tahun 2018.
Meski demikian, Ivan menyebutkan ada beberapa agenda yang masih harus diperhatikan seperti Pemilihan Legislatif dan Pemilihan Presiden yang akan berlangsung di semester pertama tahun 2019 yang secara historis bisa memberikan dampak positif terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Hal lain yang perlu diperhatikan adalah kelanjutan dari pertemuan Amerika Serikat dan Tiongkok di G20 pada awal bulan Desember 2018 yang menunjukkan bahwa tensi perang dagang antara dua negara adidaya tersebut menurun, dan diharapkan dapat diselesaikan dengan negosiasi melalui perjanjian dagang antara Amerika Serikat dan Tiongkok. Sementara itu Neraca perdagangan Indonesia, sebagai negara pengimpor minyak, diharapkan akan membaik seiring dengan penurunan harga minyak dunia.
Terkait dengan hal tersebut, para nasabah yang memiliki rencana investasi jangka panjang dapat memanfaatkan perkembangan kondisi pasar yang diproyeksikan akan semakin melaju di tahun 2019.
“Kami merekomendasikan reksa dana saham sebagai pilihan bagi nasabah yang ingin berinvestasi jangka panjang dan imbal hasil yang lebih optimal,” tambah Ivan.
Untuk dapat mengoptimalkan investasi para nasabah, Bank Commonwealth juga menyediakan layanan wealth management melalui Dynamic Model Portfolio. Layanan ini mengumpulkan berbagai informasi pasar dan memilah mana yang paling relevan untuk setiap nasabah berdasarkan profil risiko serta tujuan investasi. Layanan ini juga memberikan saran terkait penempatan portofolio aset nasabah.
Nasabah pun bisa menggerakkan asetnya secara dinamis sehingga tidak harus sama dengan proporsi investasi yang telah ditentukan di awal. Investasi akan disesuaikan tidak hanya berdasarkan profil risiko Nasabah, namun juga risiko pasar ke depannya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: