Penampungan limbah tambang atau tailing menjadi salah satu persoalan yang harus menjadi perhatian pemerintah pada perusahaan pertambangan yang beroperasi pada daerah sesar gempa seperti di kawasan Batangtoru, Tapanuli Selatan.
Tak tertutup kemungkinan penampungan limbah yang biasanya mengandung bahan-bahan kimia berbahaya seperti mercuri maupun sianida tersebut akan mengalami kerusakan saat terjadinya gempa.
Kekhawatiran ini disampaikan lembaga Jaringan Monitor Tambang (JMT). Dalam keterangan di Medan, Sabtu (15/12/2018) Direktur JMT, Ali Adam, menyatakan, potensi masalah itu nyata.
"Secara teknis kami tentu tidak pernah mengukur kekuatan, tentu itu menjadi bagian yang harus diawasi pemerintah," kata Ali Adam.
Meskipun pihak perusahaan tambang mengklaim penampungan limbahnya aman, publik tetap mengkhawatirkan risiko yang terjadi jika gempa di sesar. Pemerintah dan pihak terkait harus belajar dari bencana kerusakan reaktor nuklir Fukushima, Jepang, yang sebelumnya digadang-gadang memiliki standar keselamatan tinggi, ternyata menimbulkan dampak pencemaran lingkungan fatal akibat kebocoran limbah setelah gempa terjadi.
Risiko serupa pun bisa terjadi terhadap penampungan limbah pertambangan emas di kawasan Batangtoru, yang saat ini saja sudah menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan Sungai Batangtoru.
Disebutkan Ali, pihaknya beberapa waktu lalu pernah melakukan investigasi terkait keberadaan kolam penampungan limbah tambah milik salah satu perusahaan pertambangan di Batang Toru yakni PT Agincourt Resources. Hasilnya mereka memastikan bahwa, perusahaan tersebut memiliki kawasan penampungan untuk memproses limbah tambang sebelum dibuang ke Sungai Batangtoru.
Letak penampungan itu berada di kawasan tebing yang berbatasan langsung dengan masyarakat yang ada di bawahnya. Meskipun proses tersebut dilakukan untuk memastikan sisa limbah yang dibuang sudah memenuhi standard tertentu, namun pembuangan limbah sisa tambang tersebut sangat mempengaruhi kelestarian sungai.
"Sungai itu seperti makhluk hidup dapat me-recovery diri sendiri jika bebannya tidak terlalu tinggi," katanya.
Tanpa ada bencana gempa yang berpotensi merusak penampungan limbah tambang tersebut pun, kata Ali, saat ini masyarakat sudah merasakan dampaknya. Salah satunya yakni ketakutan masyarakat untuk mengkonsumsi air dari sungai tersebut.
Bukan hanya itu, dampak ekonomi yang paling terasa yakni seperti yang dialami warga di Muara Huta Raja yang dulunya terkenal sebagai daerah penghasil ikan sale. Saat ini menurut Ali, warga disana tidak lagi memproduksi ikan sale karena masyarakat enggan memakan ikan hasil produksi mereka.
"Jadi sekarang dampaknya sudah mulai kelihatan," katanya.
Mengingat dampaknya yang sangat massif, JMT mendesak agar pemerintah meninjau kembali kontrak karya dengan perusahaan pertambangan tersebut. Sebab menurutnya, dampaknya sangat mengancam kelangsungan lingkungan yang juga berimbas pada kelangsung hidup ribuan masyarakat pada desa-desa yang terpapar limbah perusahaan tambang tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Kumairoh