Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), Jenderal Polisi Tito Karnavian meminta jajarannya yang menjabat sebagai pemimpin di bidang hubungan masyarakat (humas) bekerja seperti pemimpin redaksi agar tidak didikte publik.
Tito mengatakan, polisi yang memimpin bidang humas di seluruh tingkat satuan kepolisian dari wilayah hingga tingkat pusat tidak boleh sekadar menjadi juru bicara, tetapi harus berkontribusi dalam mengelola isu yang muncul di publik.
"Saya ingin para kadiv (kepala divisi humas) dan kabid (kepala bidang) menjadi king maker, kalau di media dia chief editor-nya, pemimpin redaksi, bukan reporter lapangan," ujarnya di Jakarta, Senin (17/12/2018).
Ia menambahkan, polisi yang memimpin bidang humas harus memiliki kemampuan untuk mengatur media dalam rangka membangun kepercayaan publik kepada Polri. Hal ini penting bagi kinerja Korps Bhayangkara.
Teknologi informasi memiliki keuntungan bagi Polri, baik secara internal dan ekternal. Karena itu jajaran polisi di bidang humas harus mampu beradaptasi dengan perubahan dan tantangan yang berkembang. Bidang humas di kepolisian perlu memperkuat sistem informasi, sistem komunikasi, dan manajemen kerja. Hal itu dilakukan untuk mempermudah kegiatan dan rencana kerja Polri.
Tito juga meminta jajarannya yang ditempatkan di humas menjalin kerja sama dengan media konvensional, baik secara formal atau informal. Sebab ia menilai langkah itu dapat ditempuh dengan makan bersama, diskusi, atau menyelenggarakan kegiatan di luar markas polisi. Hal itu bertujuan agar media membantu tugas polisi dalam rangka menciptakan stabilitas keamanan.
"Lakukan kerja sama baik formal maupun informal di media konvensional," imbuhnya.
Bagi Tito, media terbagi dalam dua kategori saat ini, yakni konvensional dan sosial. Media konvensional, menurutnya, akan mengejar eksklusivitas demi menaikkan jumlah penonton atau pembaca dan rating. Namun, Tito mengingatkan, upaya media konvensional ini kerap berimplikasi pada lahirnya keresahan masyarakat atau bersifat provokatif.
"Perlu dilihat juga kalau berita yang dimunculkan oleh teman-teman media atas nama exclusif, profit dan rating tapi berakibat pada keresahan publik atau provokatif," jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Irfan Mualim
Editor: Irfan Mualim
Tag Terkait: