Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Menelusuri Jejak Sinyal Pertama di Pulau Liran | Untold Story Telkomsel

Menelusuri Jejak Sinyal Pertama di Pulau Liran | Untold Story Telkomsel Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Bandung -

Karyawan Telkomsel harus bertaruh nyawa untuk menghadirkan jaringan telekomunikasi di Pulau Liran. Satu kapal karam saat proses pengiriman perangkat BTS, beruntung tidak ada korban jiwa.

Pada tahun 2017 lalu Menteri BUMN Rini Soemarno menyampaikan dirinya telah meresmikan pembangunan base transceiver station (BTS) di Pulau Liran, Maluku Barat Daya. BTS tersebut menjadi satu-satunya infrastruktur jaringan telekomunikasi yang beroperasi di salah satu pulau terluar di Indonesia yang berbatasan dengan Timor Leste tersebut. Hal ini Menteri Rini sampaikan dalam kegiatan Indonesia CSR Exhibition (ICE) 2017 di Balai Kartini, Jakarta, yang dihelat oleh Warta Ekonomi.

Menteri Rini mengatakan peresmian BTS ini merupakan rangkaian perayaan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-72 di salah satu pulau terjauh. Dalam kegiatan ini Menteri Rini berangkat bersama direksi dari 13 BUMN.

"Saat itu banyak direksi yang sempat menolak hadir karena medan ke Pulau Liran sangat sulit dan berbahaya. Saya dengar ada satu kapal yang mengangkut karyawan Telkomsel karam. Tapi karena saya berani, direksi BUMN juga harus berani," katanya disambut tawa ringan direksi BUMN yang hadir di Grand Ballroom Balai Kartini.

Pada tahun 2018 kemarin Warta Ekonomi berhasil menjumpai salah satu karyawan Telkomsel yang terlibat dalam project pembangunan BTS di Pulau Liran, yakni Samuel Pasaribu yang sekarang menjabat sebagai VP ICT Network Management Telkomsel di area Papua, Maluku, Sulawesi, Papua (Pamasuka). Kebetulan, Samuel adalah salah satu karyawan Telkomsel yang berada di kapal karam saat pembangunan BTS tersebut.

Warta Ekonomi dan Samuel melakukan janji wawancara di Kota Bandung, Jawa Barat, tepatnya di Bandung Digital Valley. Artikel ini coba menguak behind the scene pembangunan BTS di Pulau Liran.

Penuh Heroisme

Samuel Pasaribu mengatakan awal mula pembangunan BTS di Pulau Liran bermula dari usulan TNI Kodam XVI/Pattimura yang meminta Telkomsel untuk menyediakan sinyal telekomunikasi karena mereka ingin mengadakan progam 1.000 Bendera Merah Putih dalam perayaan HUT Kemerdekaan RI. Pada awalnya Telkomsel hanya menyediakan Compact Mobile Base Station (Combat) setinggi 42 meter yang bersifat temporer. Artinya, jika kegiatan TNI tersebut usai maka Telkomsel akan membawa pulang kembali Combat tersebut.

"Kami mengirim Combat dari Ambon ke Pulau Moa selama 48 jam. Dari Pulau Moa ke Pulau Liran selama 24 jam. Jadi, butuh waktu lebih dari tiga hari tiga malam untuk mengirim sinyal pertama ke Pulau Liran," katanya kepada Warta Ekonomi di Bandung, beberapa waktu lalu.

Kehadiran sinyal pertama di Pulau Liran ini dilalui melalui proses yang sulit. Salah satunya adalah kendala medan untuk mencapai lokasi. Telkomsel sempat kesulitan mencari kapal pengangkut perangkat karena tidak ada yang bersedia mengantar ke pulau tersebut. Sampai akhirnya, ada kapal pendarat tank LCT (landing craft tank) yang bersedia mengangkut perangkat tersebut namun dengan biaya sangat tinggi. Sewa kapal LCT untuk satu kali jalan menelan biaya Rp250 juta.

Kapal LCT ini memang memiliki kemampuan untuk melaju di perairan dangkal. Selain itu, kapal ini sudah mengetahui medan Pulau Liran karena terbiasa mengangkut dan mendistribusikan bahan bakar minyak (BBM) ke pulau-pulau terluar di Indonesia.

Dalam perkembangannya, Kementerian BUMN mengatakan akan mengadakan peringatan HUT Kemerdekaan di Pulau Liran. Ia mengatakan Menteri Rini ingin memberikan perhatian khusus kepada warga yang tinggal di Pulau Liran. Menteri Rini ingin BUMN-BUMN menyalurkan bantuan bagi warga yang menetap di pulau-pulau terluar atau yang berbatasan langsung dengan negara tetangga.

"Akhirnya, Telkomsel diminta untuk mendirikan BTS yang bersifat permanen. Jadi, Telkomsel membawa sinyal bukan hanya untuk peringatan kemerdekaan namun untuk seterusnya," katanya.

Niat Menteri Rini untuk mengadakan kegiatan di Pulau Liran sempat ditolak oleh Pangdam XVI/Pattimura Mayjen TNI Doni Monardo. Alasannya, kondisi cuaca di bulan Agustus sedang tidak bagus dan ombak sedang tinggi sehingga bisa mengancam pelayaran. Selain itu, perjalanan ke Pulau Liran sangat memakan waktu lama yakni lebih dari 60 jam di tengah terjangan ombak dan cuaca buruk.

"Pangdam sempat memperingati Ibu Rini: Ibu cuaca sedang tidak aman," katanya.

Ternyata peringatan tersebut terbukti, kapal yang ditumpangi karyawan Telkomsel untuk mengangkut Combat karam saat perjalanan menuju Pulau Liran. Selain Samuel, di kapal tersebut ada Bob Apriawan yang merupakan Direktur Network Telkomsel. Kabar kapal karam inilah yang sempat menciutkan hati beberapa direksi BUMN untuk ikut serta dalam kegiatan tersebut.

"Kami memang ditugaskan hadir lebih awal untuk menyambut para tamu. Ternyata kapal kami karam. Cuaca memang sedang tidak bagus. Ombak sangat tinggi jadi kapal dipacu kencang untuk menerjang ombak tapi malah kapal menabrak terumbu karang," tuturnya.

Beruntung, tidak ada korban jiwan dalam kecelakaan tersebut. Kapten kapal segera menghubungi syahbandar dan pihak TNI untuk mengirim bantuan. Kapten kapal juga menenangkan tim Telkomsel untuk tetap tenang serta meyakinkan bantuan akan segera datang.

"Tim Telkomsel tidak panik karena kami sering menjumpai medan ekstrem apabila ingin membangun BTS. Seluruh tim juga pandai berenang. Justru, syahbandar yang sangat panik akan terjadi apa-apa kepada kami. Apalagi, sebelumnya dia sudah memperingatkan cuaca sedang buruk," katanya.

Kemudian kapal TNI datang untuk mengevakuasi seluruh penumpang kapal karam tersebut. Di sisi lain, Pangdam Doni Monardo sekali lagi meminta Menteri Rini untuk membatalkan rencana. Hanya saja tekad Menteri Rini untuk membantu warga Pulau Liran begitu kuat sehingga tidak bisa digoyah. Alhasil, diambil jalan tengah kegiatan dimundurkan satu minggu dari jadwal untuk menunggu cuaca yang lebih aman. 

Dinantikan Warga Liran

Kehadiran Telkomsel ternyata sangat dinantikan oleh warga Pulau Liran. Selama ini warga Pulau Liran sangat terisolasi dari jaringan telekomunikasi. Jika ingin melakukan komunikasi telepon, mereka harus naik ke salah satu bukit untuk menangkap sinyal Telkomcel yang berasal dari Timor Leste.

Masyarakat di Pulau Liran yang sebagian besar bermata pencaharian sebagai nelayan umumnya melakukan transaksi jual beli hasil tangkapan ikan dengan pengepul yang merupakan warga Timor Leste. Selama ini, untuk menjual ikan langsung ke Timor Leste, nelayan di Pulau Liran harus berlayar menggunakan perahu selama lima jam, tak jarang sampai bermalam di tengah lautan. Dengan adanya alat telekomunikasi, mereka berharap bisa memperluas pasar hingga keluar pulau dan provinsi.

"Sesampai di sana, warga Pulau Liran langsung menyambut kapal kami. Mereka semua yang menurunkan perangkat kami, tanpa meminta bayaran. Hanya saja, mereka menuntut agar BTS tidak ditarik kembali. Kami bilang: Ibu Rini sudah bilang ingin membangun BTS permanen," jelasnya.

Kini di Pulau Liran telah hadir BTS permanen yang didukung daya jangkau hingga radius lima kilometer, BTS tersebut mampu menyediakan layanan telekomunikasi di seluruh wilayah Pulau Liran. Selain itu, BTS ini mampu mengakomodasi kebutuhan komunikasi hingga ribuan pengguna sehingga sangat memadai untuk melayani Pulau Liran yang berpopulasi penduduk mencapai 1.000 jiwa.

"Warga Pulau Liran sangat antusias dengan kehadiran jaringan telekomunikasi. Mereka ikut mengangkut BTS, memasang spanduk, dan mendirikan panggung. Sekali lagi, mereka tidak meminta bayaran. Mereka hanya ingin ada jaringan telekomunikasi di pulau mereka," sebutnya.

Di acara peresmian pembangunan BTS, Menteri Rini mengharapkan bahwa dengan adanya jaringan Telkomsel maka komunikasi warga di Pulau Liran dengan warga di pulau lain bahkan di provinsi lain bisa meningkat.

"Semoga layanan telekomunikasi juga mampu mendorong peningkatan kegiatan perekonomian di wilayah ini," ujar Menteri Rini yang disambut tepuk tangan riuh warga Pulau Liran.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: