Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Sepak Terjang dalam Kisah Pioner E-Commerce Indonesia, Bhinneka

Sepak Terjang dalam Kisah Pioner E-Commerce Indonesia, Bhinneka CEO dan Founder Bhinneka, Hendrik Tio | Kredit Foto: Bhinneka
Warta Ekonomi, Jakarta -

Platform e-commerce Bhinneka mengalami pertumbuhan sebesar dua digit selama lima tahun terakhir. Pertumbuhan itu didorong oleh tiga unit bisnis mereka, Bhinneka.com (B2C), Bhinneka Bisnis (UKM, korporasi, dan institusi pemerintahan), dan Bhinneka Digital Printing Solutions. Namun, tiga unit bisnis itu tidak langsung ada dari awal Bhinneka berdiri.

CEO dan Founder Bhinneka, Hendrik Tio membagikan kisah perkembangan bisnis Bhinneka selama 25 tahun ini, serta tantangan yang pernah mereka alami dalam perkembangannya. Warta Ekonomi berkesempatan menemui Hendrik pada Selasa (8/1/2019).

"Selama 25 tahun kami berinovasi dan terus menyesuaikan model bisnis kami agar dapat tumbuh dengan memberikan layanan terbaik kepada konsumen individual dan korporasi di Indonesia," ujar Hendrik.

Saat pertama didirikan, Bhinneka hanya menyediakan barang yang berkaitan dengan Digital Printing Solutions. Pemasarannya pun belum dilakukan secara online. Pada 1999 pascakrisis ekonomi melanda Indonesia, Bhinneka akhirnya meluncurkan platform Bhinneka.com dan mulai memasarkan barang berkaitan dengan teknologi dan informasi.

"Setelah krisis ekonomi, kami melihat potensi untuk masuk ke platform internet dan memberikan bentuk baru dalam berbelanja. Namun, saat itu infrastrukturnya jauh lebih sulit daripada sekarang. Namun, kami tetap beranikan diri untuk lakukan terobosan," papar Hendrik kepada Warta Ekonomi.

Namun, sebagai pioner e-commerce di Indonesia, mereka harus menghadapi tantangan dalam merebut kepercayaan masyarakat pada saat itu. Bentuk belanja yang baru dinilai sulit untuk diterima oleh para target konsumen.

Hendrik berujar, "Boleh dikatakan, kami adalah pioner dalam e-commerce dan untuk memenangkan hati pelanggan saat itu tidak mudah."

Akhirnya, pada 2001 Bhinneka membuka toko ritel offline pertama sebagai upaya meningkatkan kepercayaan pelanggan terhadap platform mereka. Dengan strategi itu, mereka akhirnya bisa memenangkan kepercayaan konsumen.

"Lanjut ke 2011 saat internet sudah berkembang lebih matang, datanglah pemain besar yang cara berbisnisnya berbeda dengan visi awal kami. Di saat yang sama, konsumen kami dari korporasi meminta layanan serupa B2C. Jadi, kami masuk ke ranah B2B untuk memberikan experience berbeda kepada mereka, sesuai permintaan," jelas pendiri Bhinneka itu.

Pada 2012, LKPP mengajak Bhinneka untuk bekerja sama dalam menciptakan sistem e-katalog untuk pengadaan barang instansi pemerintah. Pihak Bhinneka pun masuk ke segmen pemerintahan melalui kerja sama tersebut.

Hendrik menuturkan, "Kami bagikan pengalaman Bhinneka selama bergerak di e-commerce. Akhirnya pada 2015, e-katalog LKPP diluncurkan. Kami pun menyuplai barang ke e-katalog melalui LKPP."

Layanan kepada segmen B2C, B2B, dan B2G itu membuahkan pertumbuhan dua digit dalam lima tahun terakhir. Lebih lanjut, pendapatan terbesar dihasilkan dari segmen B2G dengan besaran 50%, disusul B2B (30%), dan B2C (20%).

"Semua segmen punya peluang baik, kami perlu untuk lebih tanggap dalam menangkap peluang di pasar. Untuk pertumbuhan terbesar ada di B2B dengan nilai pertumbuhan 40%," kata Hendrik lagi.

Hingga saat ini, Bhinneka telah memili delapan toko offline dan 33 kantor representatif di seluruh ibukota provinsi untuk melayani konsumen dari semua segmen mereka. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: