Ketika acara debat capres ke 2 dilangsungkan pada hari minggu (17/2/2019) dengan tema "Energi, Pangan dan Infrastruktur" di hotel Sultan Jakarta telah berlangsung sangat seru. Di saat itu telah terjadi dialog panas antara Jokowi dengan Prabowo soal penguasaan lahan SDA yang sangat luas oleh segelintir orang saja, termasuk dituduhkan bahwa Prabowo ada memiliki lahan sekitar 220.000 ha di Kaltim dan 110.000 ha di Aceh, Jokowi menegaskan selama pemerintahannya tidak akan pernah memberikan izin yang sama seperti pemerintahan terdahulu.
Akan tetapi pada closing statement debat, Prabowo telah menyatakan apabila negara membutuhkannya, dia rela mengembalikan semua lahan HGU itu kepada negara untuk dimanfaatkan kepada rakyat, suatu sikap kesatria yang patut kita berikan apresiasi.
Baca Juga: Apa Itu HGU?
Kemudian dari pada itu Jokowi telah menegaskan bahwa "semasa pemerintahan saya tidak akan memberikan izin terhadap lahan SDA yang luas dan saya pun tidak takut dengan siapapun kecuali sama Allah".
Direktur Eksekutif CERI, Yusri Usman, menilai posisi Jokowi sebagai capres sekaligus sebagai presiden yang masih menjabat dapat dengan mudah memenuhi janjinya yang harus ditepati dihadapan ratusan juta rakyat yang telah menyaksikan debat langsung di tempat acara atau melalui media elektronik tentu menjadi saksi akan janjinya itu seandainya dia terpilih kembali untuk periode 2019-2024.
"Sesungguhnya tak perlu lama menunggu untuk menilai apakah janji Jokowi itu konsekuen akan benar dilaksanakan demi kemasalahatan bangsa dan negara untuk menjaga ketahanan energi nasional jangka panjang atau hanya sekedar janji janji saja," ujar Yusri dalam keterangan resmi di Jakarta, Senin (19/2/2019).
Yusri melanjutkan, karena saat ini ada satu peluang besar yang sangat cocok Jokowi harus bisa membuktikan sesuai perintah UU Minerba nomor 4 tahun 2009, yaitu adanya potensi besar lahan tambang batubara yang sudah hampir 30 tahun dikelola oleh swasta dengan PKP2B (Perjanjian Kontrak Pengusahaan Pertambangan Batubara) generasi pertama dengan skema " Production Sharing Contrat" yang akan berakhir kontraknya mulai tahun 2019 bertahap sampai dengan 2025.
"Semua lahan tambang dengan total produksi sekitar 200 juta metrik ton pertahun ini bisa dimiliki oleh BUMN Tambang, PLN dan Pertamina secara gratis, karena semua infrastruktur ditambang yang sudah ada adalah merupakan barang milik negara," jelas Yusri.
Ia menambahkan, kalau Pemerintah ketika mengambil alih saham PT Freeport Indonesia mencapai 51,2 % harus berjuang mencari pinjaman US$4 miliar oleh PT Inalum, ini ada tambang gratis kenapa tidak diambil?
"Malah kalau diserahkan ke BUMN Tambang ada potensi penerimaan tambahan sekitar US$2 miliar setiap tahunnya, di luar penerimaan pajak dan royalti," tegas Yusri.
Berdasarkan keterangan, adapun lahan tambang batubara tersebut adalah milik PT Tanito Harum ( 36.756 Ha, tahun 2019), PT Arutmin Indonesia ( 70.153 Ha, 2020), PT Kendilo Coal Indonesia (30.000 Ha, 2021), PT Kaltim Prima Coal ( 90.938 Ha, 2021), PT Multi Harapan Utama ( 46.300 Ha, 2022), PT Adaro Indonesia ( 34.940 Ha, 2022), PT Kideco Jaya Agung ( 50.921 Ha, 2023) dan terakhir tambang PT Berau Coal Indonesia ( 118.400 Ha, 2025).
Yusri mengatakan, caranya sangat mudah, hari inipun Presiden Jokowi tinggal perintah Mensekneg dan Menteri ESDM untuk membatalkan revisi ke 6 PP nmr 23 tahun 2010 tentang Pelaksanaan Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Pertanyaannya adalah apakah berani Presiden mengambil kebijakan untuk tidak memperpanjang dalam bentuk IUPK kepada ke 8 pemilik PKP2B tersebut, akan tetapi berani menyerahkan semua tambang batubara itu kepada BUMN tambang, PLN dan Pertamina untuk memenuhi kebutuhan PLTU-nya diperkirakan akan mencapai 160 juta metrik ton pertahun pada tahun 2025 dan menjalankan proses hilirisasi dari sinergi antar BUMN, karena semua lahan tersebut awalnya memang dikuasai oleh PN Batubara, hanya karena KEPRES nomor 75 tahun 1996 jo Keputusan Menteri Pertambangan dan Energi IB Sujana nomor 680.K/29/M/PE/1996 telah diambil alih lahan tersebut oleh Pemerintah dan di kerjasamakan dengan swasta asing dan nasional," jelas Yusri.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Kumairoh