President Director Center for Banking Crisis, Achmad Deni Daruri menyatakan bahwa ada dua sumber risiko sistemik yang utama pada tahun ini. Yang pertama, respon pengetatan kebijakan bank sentral negara maju termasuk Amerika Serikat. Kedua, negara emerging lebih agresif dibandingkan perkiraan sehingga mengakibatkan kenaikan suku bunga internasional dan mengetatnya likuiditas global ternyata tidak terjadi.
"Patuhnya Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat terhadap presiden Trump merupakan bentuk nyata dari dovishnya resiko sistemik tersebut. Bank Indonesia dengan memperhitungkan covered interest parity telah menempatkan kebijakan moneter yang tepat yang a head the curve," kata Achmad dalam keterangan resminya, di Jakarta, Rabu (27/2/2019).
Baca Juga: Berubah, BI Perkirakan Kenaikan Suku Bunga The Fed Hanya Satu Kali Tahun Ini
Menurutnya, langkah Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan menganut prinsip bank follows the trade tampaknya berhasil menjangkar resiko inflasi yang berpotensi ditumbulkan oleh perang dagang.
"Hal ini juga dapat terjadi akibat kecerdikan pengelola sektor moneter dan keuangan di Indonesia dalam mengelola kebijakan moneter dan keuangan yang tidak melemahkan peran negara dan masyarakat dalam pembangunan," katanya.
Teori ini dikembangkan oleh Raghuram Rajan lulusan Universitas Chicago yang pernah menjadi gubernur bank sentral India dan chief economist IMF, namun justru di Indonesia teori ini dapat diterapkan dengan baik oleh Bank Indonesia dan OJK.
"Acungan jempol patut diberikan khususnya kepada Bank Indonesia yang mampu melakukan kebijakan moneter yang bersifat divergensi setelah mampu membaca dengan baik pergerakan deviasi yang besar dari rupiah terhadap dolar Amerika Serikat dalam konteks covered interest parity khususnya pada akhir tahun 2018 dan awal tahun 2019,” bebernya.
Baca Juga: Rupiah Meroket, Terima Kasih the Fed
Menurutnya, jika kewaspadaan ini dapat dipertahankan dengan baik maka dapat diperkirakan bahwa stabilitas sistem keuangan pada 2019 akan kembali dapat terjaga dengan baik, apalagi Bank Indonesia memprioritaskan menjaga stabilitas ketimbang pertumbuhan ekonomi.
Maka, langkah BI mempertahankan BI 7-day Reverse Repo Rate atau BI7DRR sebesar 6,00 persen, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75 persen berdasarkan covered interest rate parity merupakan langkah yang tepat seiring dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi yang lebih rendah dari kenyataan dan ekspektasi nilai tukar rupiah yang lebih murah dari yang terjadi di pasar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: