Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Tekan Impor, Pemerintah Genjot Produksi Gula Lokal

Tekan Impor, Pemerintah Genjot Produksi Gula Lokal Kredit Foto: Antara/Yusuf Nugroho
Warta Ekonomi, Jakarta -

Kementerian Perindustrian terus memacu tumbuhnya industri gula untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik sehingga dapat menurunkan ketergantungan terhadap bahan baku impor. Salah satunya memasok kebutuhan produksi di industri makanan dan minuman, yang selama ini menjadi sektor manufaktur andalan bagi perekonomian nasional melalui penerimaan devisa dari ekspor.

“Berdasarkan data tren produksi dan konsumsi gula nasional, terdapat kesenjangan antara supply dan demand sehingga terpaksa kekurangan dipenuhi melalui impor. Terutama raw sugar atau gula kristal mentah, di antaranya untuk memenuhi kebutuhan industri makanan dan minuman,” kata Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto saat melakukan kunjungan ke PT Kebun Tebu Mas (KTM) di Lamongan, Jawa Timur, Sabtu (16/3).

Baca Juga: CIPS: Perbaikan Data Pangan Perlu Digalakkan untuk Kurangi Kesemrawutan Impor

Produksi gula berbasis tebu pada tahun 2018 sebesar 2,17 juta ton, sementara kebutuhan gula nasional mencapai 6,6 juta ton. Saat ini, produksi gula nasional dipasok oleh 48 pabrik gula milik Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan 17 pabrik gula milik swasta. “Ada 12 pabrik baru yang akan didirikan di Jawa dan luar Jawa. Semuanya akan diberikan insentif oleh pemerintah,” tuturnya.

Lebih lanjut, Menurut Airlangga, pemerintah telah berupaya menekan volume impor. Pada tahun 2019, izin kuota impor gula industri sekitar 2,8 juta ton, turun dibanding pada tahun lalu sebanyak 3,6 juta ton. “Kuota impor dipotong lantaran masih ada stok gula impor sekitar 1 juta ton di gudang-gudang industri,” ungkapnya.

Airlangga menambahkan, guna menekan volume impor, pemerintah juga aktif mendorong investasi industri gula terintegrasi dengan kebun. Dalam upaya memacu tumbuhnya pabrik-pabrik gula baru dan perluasan pabrik gula yang sudah eksisting, Kemenperin telah menerbitkan Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10 Tahun 2017 tentang Fasilitas Memperoleh Bahan Baku Dalam Rangka Pembangunan Industri Gula.

Baca Juga: Buku Impor Murah, Masak Tega Dikenai Pajak Tinggi?

“Fasilitas ini disambut baik oleh investor yang melakukan pembangunan pabrik gula baru sejak tahun 2010 dengan total investasi sampai saat ini mencapai Rp30 triliun, meliputi 12 pabrik gula baru diantaranya dua pabrik gula akan commissioning tahun 2019-2020 serta satu pabrik gula eksisting yang sudah melakukan perluasan,” paparnya.

Airlangga pun menjelaskan, kebutuhan gula setiap tahunnya terus meningkat, seperti misalnya gula kristal rafinasi (GKR) atau gula mentah yang telah mengalami proses pemurnian untuk sektor industri makanan dan minuman serta industri farmasi. Kebutuhan GKR angkanya naik sebesar 5-6 persen per tahun. Peningkatan ini mengikuti pertumbuhan kedua sektor industri tersebut yang mampu di atas 7 persen per tahun.

Sepanjang 2018, industri makanan dan minuman tumbuh mencapai 7,91 persen, sedangkan industri farmasi tumbuh 7,51 persen pada kuartal I tahun 2018. Tahun ini, industri makanan dan minuman diproyeksi tumbuh signfikan seiring peningkatan konsumsi karena adanya momen pemilihan umum, sedangkan kinerja industri farmasi terkatrol melalui program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). “Kami optimis, pertumbuhan kedua sektor itu mampu di atas 7-8 persen pada tahun 2019,” jelasnya.

Baca Juga: Kemendag Resmi Larang Gula Rafinasi Dijual Eceran, Begini Aturannya

Untuk itu, dalam menjaga keberlanjutan produktivitas di sektor industri, Kemenperin terus berupaya memastikan ketersediaan bahan baku. Selama ini, aktivitas manufaktur konsisten memberikan efek berantai bagi perekonomian nasional, di antaranya melalui peningkatan pada nilai tambah bahan baku dalam negeri, penyerapan tenaga kerja lokal, dan penerimaan devisa dari ekspor.

Dalam upaya peningkatan produksi gula, pemerintah tidak hanya tergantung pada peran pabrik gula atau off-farm, namun peran dari sisi para petani tebu atau on-farm yang pengaruhnya sangat besar. “Petani tebu diyakini bisa memberikan kontribusi besar dalam pemenuhan kebutuhan gula nasional karena hasil tebu yang berkualitas akan menghasilkan rendemen gula yang tinggi,” imbuhnya.

Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2010 yang direvisi menjadi Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Negatif Investasi, setiap pembangunan pabrik gula baru wajib terintegrasi dengan perkebunan tebu.

“Petani tebu memegang peranan sangat besar dalam industri ini, sehingga pemerintah perlu memberikan stimulus bagi petani tebu agar tetap bergairah dalam menanam tebu dan tidak beralih ke tanaman lain yang dikhawatirkan akan semakin menurunnya produksi gula nasional,” ujar Airlangga.

Menperin menambahkan, pembangunan pabrik gula baru juga diharapkan dapat memberikan dampak yang positif kepada masyarakat yang berada di sekitar wilayah pabrik, yaitu kesejahteraan ekonomi yang meningkat. Termasuk di dalamnya sopir-sopir tebu yang turut serta membantu kelancaran operasi pabrik gula dan juga masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik gula.

“Kami terus mendorong agar pabrik gula dan petani dapat berupaya optimal meningkatkan produksi tebu dan gula sehingga berkontribusi pada pengembangan industri gula nasional dan pemenuhan gula nasional,” tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Yosi Winosa
Editor: Clara Aprilia Sukandar

Bagikan Artikel: