Bersamaan dengan peringatan Hari Air Sedunia, Economist Intelligence Unit (EIU) menerbitkan laporan baru yang berfokus pada air dan korelasi industri pertanian dengan keadaan masa depan air di Asia, dengan tema Leaving no one behind, yang disponsori oleh Cargill, Kamis (21/3/2019). Laporan tersebut menyatakan bahwa kelangkaan air dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi Asia. Sebanyak 90 persen responden dari industri pangan dan pertanian di Asia setuju dengan hal ini.
Laporan berjudul Liquidity Premium adalah bagian kedua dari penelitian Fixing Asia’s Food Systems. Penelitian ini pertama kali dirilis pada September 2018 dan meneliti berbagai isu seputar sistem pangan di Asia. Program penelitian yang terdiri dari lima bagian ini dibuat berdasarkan survei terhadap 820 pemimpin industri di wilayah Asia, termasuk desk research dan wawancara dengan berbagai pakar.
Kekawatiran tentang kelangkaan air paling akut terjadi di Indonesia dan Filipina, sebanyak 67% responden di kedua negara tersebut sangat setuju bahwa kelangkaan air dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi, dibandingkan dengan 43% di Singapura, 44% di Thailand, dan 60% di India.
Baca Juga: Urus Masalah Air Bersih di Jakarta, Anies Minta Bantuan IPB
Berdasarkan laporan ini, Indonesia termasuk dalam sepuluh negara teratas untuk populasi yang berisiko terhadap kerawanan air karena Indonesia berada di peringkat empat dalam indeks air dan sanitasi (total populasi yang belum memiliki sanitasi) serta peringkat enam dalam indeks banjir (potensi populasi terkena banjir). Indonesia juga disebut sebagai salah satu negara yang relatif kaya air yang kini menghadapi kendala pasokan air karena manajemen pengelolaan air yang kurang baik.
“Kelangkaan air menjadi tantangan besar di Indonesia. Seperti negara lain di Asia, tantangannya adalah mengikuti permintaan akan pasokan air seiring dengan pertumbuhan populasi dan gaya hidup dalam perubahan pola makan,” kata Arief Susanto, Direktur Corporate Affairs Cargill Indonesia.
Belum lagi, lanjut Arief, bencana terkait air yang terjadi di Indonesia. Oleh karena itu dibutuhkan partisipasi penuh dari semua pihak, mulai dari pemerintah, perusahaan, dan masyarakat dalam mengatasi hal ini.
Proyeksi menunjukkan bahwa 40% negara-negara berkembang di Asia akan menghadapi masalah kekurangan air yang kritis pada tahun 2030, yang akan mengarah kepada kesenjangan permintaan dan penawaran terhadap air.
Laporan tersebut mengutip beberapa masalah utama di balik hal ini, yaitu pembangunan ekonomi mendorong permintaan akan air, meningkatnya persaingan sektoral untuk kebutuhan akan air, pertanian yang menggunakan air yang terkontaminasi menimbulkan risiko kesehatan bagi ternak dan tanaman, eksploitasi berlebihan dan perubahan iklim, pengelolaan air yang kurang baik, harga air tidak mencerminkan kualitasnya, dan tidak ada insentif untuk mencapai efisiensi air, serta teknologi yang mahal.
Laporan tersebut juga menyatakan bahwa untuk mengatasi masalah kelangkaan air, negara-negara di Asia harus merevisi sistem pengelolaan air serta menyadari harga dan nilai air.
Selain itu, transparansi dan kolaborasi antar negara diperlukan untuk mengelola potensi ketegangan yang dapat timbul dari kelangkaan air.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ning Rahayu
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: