Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

RUPS Garuda Indonesia 24 April Akan Lengserkan Ari Askhara?

RUPS Garuda Indonesia 24 April Akan Lengserkan Ari Askhara? Pesawat udara terparkir di kawasan Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai, Bali, Rabu (4/4). Pengembangan Bandara Ngurah Rai seperti perluasan apron, penambahan rapid exit taxiway, perluasan dan penambahan jumlah loket check-in internasional ditargetkan selesai pada bulan September mendatang untuk menyambut penyelenggaraan IMF-World Bank Annual Meeting 2018. | Kredit Foto: Antara/Fikri Yusuf
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dikabarkan akan mengagendakan pergantian direktur utama pada rapat umum pemegang saham (RUPS) yang berlangsung pada 24 April 2019 mendatang. Berdasarkan informasi yang beredar di kalangan wartawan, pergantian direksi ini dilakukan karena terjadi perpecahan di tubuh maskapai berpelat merah tesebut.

Disebutkan, beberapa anggota dewan komisaris Garuda Indonesia mendesak pergantian direktur utama untuk menyelamatkan maskapai tersebut dari jeratan utang. Selain itu, rencana pergantian pucuk pimpinan direksi harus dilaporkan karena laporan keuangan Garuda Indonesia Tahun Buku 2018 dianggap salah dan keliru.

Deputi Bidang Usaha Jasa Keuangan, Jasa Survei, dan Konsultan Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Gatot Trihargo, membantah akan terjadi pergantian posisi direktur utama di Garuda Indonesia.

"Tidak benar," katanya singkat kepada Warta Ekonomi di Jakarta, Senin (15/4/2019).

Baca Juga: Kinerja Masih Buruk, Kok Bisa Garuda Cetak Laba di Tahun 2018?

Sebelumnya, banyak pihak tak percaya Garuda Indonesia bisa mencetak laba bersih sebesar US$809,8 ribu atau sekitar Rp11,33 miliar (kurs dolar Rp14.000) pada tahun 2018 lalu.

Akuntan Profesional RNA 99, Deny Poerhadiyanto, mengakui jika kinerja operasional Garuda Indonesia masih kurang bagus. Ia menjelaskan GIAA masih belum efisien dalam menjalankan kegiatan usaha. Ditambah, Garuda Indonesia menghadapi tantangan ekonomi yang cukup berat pada tahun lalu karena daya beli masyarakat terhadap tiket pesawat cenderung tetap, namun tren komponen biaya terus menujukkan kenaikan.

"Kalau dilihat dari core business, sebenarnya kinerja operasional Garuda Indonesia masih buruk. Bahkan, Garuda Indoensia merugi karena beban menerbangkan penumpang lebih besar dibanding pendapatan itu sendiri," katanya.

Selain itu, Garuda Indonesia juga terjerat persoalan dugaan kartel terkait kenaikan harga tiket pesawat. Dugaan kartel di industri penerbangan yang melibatkan Garuda Indonesia Group dan Lion Air Group tak bisa terhindarkan setelah penjualan tiket AirAsia secara mendadak hilang dari beberapa pemain agen wisata online (online travel agent/OTA).

Baca Juga: Mantap Soul! AirAsia Siap Rambah Bisnis Online Travel Agent

Konsultan dan Pengamat Bisnis, Jahja B Soenarjo, mengatakan persaingan di industri penerbangan saat ini sudah tidak sehat karena maskapai yang terdapat di Indonesia bergabung ke dalam dua grup besar. Ia mengatakan Garuda Group dan Lion Group telah menerapkan kebijakan penaikan harga tiket pesawat hampir bersamaan. Adapun, kompetitor lain yakni AirAsia yang menawarkan harga tiket murah tampak dikucilkan dari industri.

"Setelah kebijakan bagasi berbayar yang membuat harga secara total menjadi kian mahal maka ditengarai ada tujuan yang lebih tendensius kepada memaksimalisasi keuntungan. Tiket-tiket rute internasional maskapai asing bahkan bisa lebih murah," katanya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Cahyo Prayogo
Editor: Cahyo Prayogo

Bagikan Artikel: