Saat ini peternak Kabupaten Ciamis mengeluhkan produktivitas ayam petelur yang baru mencapai 50-60%. Bahkan untuk memenuhi kekurangannya harus mendatangkan dari luar provinsi sebagai dampak dari ketergantungan peternak terhadap jagung impor yang ketersediaannya pun masih minim.
Menanggapi hal itu, DPRD Provinsi Jawa Barat mendorong Dinas Peternakan dalam mengelola kebutuhan peternakan di tanah Pasundan.
Baca Juga: Jualan Ayam Setahun, KFC Untung Rp212 Miliar
Ketua Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat Didi Sukardi menyebutkan, komisional akan mengusulkan perda inisiatif terkait dengan kedaruratan baik pakan maupun bibit ayam (indukan) petelur yang belum terpenuhi dengan baik. Selain itu, Kabupaten Ciamis berpotensi menjadi penghasil peternak/unggas.
“Kita dari komisi II akan segera menindaklanjuti masalah ini dengan cara akan mengumpulkan tiga elemen yaitu Dinas Peternakan, Dinas Kesehatan, Himpunan Peternak Unggas, biar semua keluar tuh unek-unek nya nanti hasilnya kita bisa rekomendasikan,” katanya kepada wartawan di Bandung, Jumat (26/4/2019).
Baca Juga: Peternak Jadi Alat Politik, "Sesekali Cek Lapangan dan Turun Langsung ke Kandang Kami"
Didi mengungkapkan Ciamis terkenal sebagai salah satu sentra penghasil jagung. Kondisi ini juga diperparah dengan menurunnya harga ayam afkir yang hingga saat ini menyentuh kisaran Rp6.000/kg atau turun 40% dari sebelumnya.
“Ke depannya jangan sampai apabila sektor ini lumpuh karena melonjaknya harga jagung yang permanen. Bisa diperkirakan para peternak skala kecil lebih memilih untuk mengosongkan kandangnya dan mencari alternatif usaha lain,” jelasnya.
Dia menambahkan, dalam kondisi seperti itu bisa diprediksi akan meningkatkan angka pengangguran. Padahal populasi peternak kecil yang mencapai 70% itu, justru memiliki kontribusi besar pada produksi telur. Dari peran mereka pula Ciamis ini berperan sebagai pemasok 30 persen kebutuhan telur nasional.
“Bila tidak ada instansi atau pihak terkait yang memberikan solusi ataupun kebijakan dengan segera, maka dapat saja terjadi klimaks, dimana komoditi telur menjadi langka karena penurunan populasi yang signifikan,” ungkapnya.
Dihubungi terpisah, Ketua Paguyuban Peternak Ayam Petelur Ciamis (P2APC) Ade Kusnadi menyebutkan, kenaikan harga telur dipicu melonjaknya harga pakan yang dipengaruhi nilai tukar rupiah. Selain itu, adanya kebijakan pemerintah pembatasan bibit ayam atau DOC.
"Faktor yang memengaruhi tingginya harga telur cukup banyak. Jadi penawaran dengan permintaan tidak seimbang. Kebijakan pengurangan 9,5% DOC beberapa waktu lalu. Populasi ayam petelur berkurang,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Saepulloh
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: