Huawei memprediksi kehadiran teknologi telekomunikasi generasi kelima (5G) akan mendorong pertumbuhan industri konten dengan cepat.
Dalam Forum “5G is On” yang digelar bersamaan dengan rangkaian perhelatan Mobile World
Congress Shanghai 2019 pada Rabu, (26/6/2019), Direktur Eksekutif dan President Group Bisnis
Jaringan Huawei, Ryan Ding, memaparkan bahwa kehadiran jaringan 5G yang bersamaan dengan lahirnya teknologi Virtual Reality, Augmented Reality dan layanan video beresolusi Ultra-HD akan mengubah pola penggunaan konsumen terhadap data.
“Secara global, saat ini 5G mendapatkan momentum kuat untuk proses adopsi komersial.
Sejumlah negara termasuk Korsel, Inggris, Swiss, Italia dan Kuwait telah mengumumkan gelaran
5G, dua pertiganya dibangun oleh Huawei,” kata Ryan Ding.
Baca Juga: Google Akan Kehilangan 700 Juta Pengguna Jika Huawei Tinggalkan Android
Ryan Ding memperkirakan sejumlah industri akan mengalami ledakan seiring adaptasi besarbesaran teknologi 5G guna mendukung transformasi digital berbagai sektor dan efisiensi pun akan semakin meningkat.
“Dua bulan sejak 5G digelar secara komersil di Korea Selatan, jumlah pengguna teknologi 5G di
negara tersebut telah mencapai 1 juta orang, dengan rata-rata penggunaan trafik setiap orang
mencapai 1,3 GB per-hari,” kata Ryan Ding.
Lebih lanjut dia menjelaskan bahwa rerata pendapatan per pengguna (ARPU) operator yang
menggunakan 5G tercatat meningkat 75 persen, namun kisaran harga per gigabit data yang
dibayarkan konsumen justru berkurang hingga 90 persen, yang secara tidak langsung sangat
menguntungkan operator dan pengguna layanan data.
Baca Juga: Dua Perusahaan AS Ini Masih Pasok Barang ke Huawei, Langgar Perintah Trump?
Sifat teknologi 5G yang memungkinkan penggunaan data secara massif, menjadikan teknologi
tersebut disruptor bagi penyedia layanan konten yang berbasis high-definition dan berkecepatan tinggi.
Ryan memberikan contoh bahwa di Tiongkok, industri siaran televisi tradisional membutuhkan
perangkat penyiaran senilai 80 juta yuan (sekitar 160 miliar rupiah) dan 150 pekerja yang
mendukung kegiatan merekam, mengedit, mentransfer dan menyiarkan.
“Hal tersebut belum termasuk biaya sewa satelit yang harganya selangit,” katanya.
“Namun hal tersebut akan berubah dengan sistem penyiaran berbasis komputasi awan, siaran
televisi dapat dilakukan oleh perusahaan yang memiliki perangkat senilai 10 ribu yuan (sekitar Rp20 juta) dan lima orang pekerja saja,” kata Ryan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Kumairoh
Tag Terkait: