Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Pertanian 4.0 Efisiensi Waktu dan Peningkatan Produktivitas

Pertanian 4.0 Efisiensi Waktu dan Peningkatan Produktivitas Kredit Foto: Kementan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Revolusi Industri 4.0 merupakan kerangka teknologi yang diterapkan Kementerian Pertanian (Kementan) dalam mentransformasi pertanian tradisional menuju pertanian modern. Kerangka ini sekaligus jawaban atas pesatnya modernisasi yang bisa memenuhi kebutuhan.

Sejak empat setengah tahun lalu Kementan telah memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk berbagai alat dan mesin (alsin) pertanian seperti autonomous tractor, drone sebar benih, drone sebar pupuk granule, alsin panen olah tanah terintegrasi, dan penggunaan obot tanam.

"Capaian kita banyak yang melebihi target yang ditetapkan pemerintah. Saya cek gudang beras penuh, harga stabil dan ekspor meningkat tajam, bahkan tertinggi dalam sejarah. Kemudian inflasi rendah dan PDB kita meningkat," kata Mentan Amran Sulaiman saat meluncurkan Pertanian 4.0 dalam kunjungan kerjanya ke Desa Junwangi, Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (29/6/2019).

Menurut dia, semua capaian ini tidak terlepas dari gagasan Presiden Jokowi dalam merevolusi mental semua lini, termasuk menerapkan Pertanian 4.0 pada sektor pertanian. Penggunaan digitalisasi adalah jalan menuju persaingan antarnegara di dunia.

"Tidak mungkin kita bisa bersaing dengan negara lajn tanpa menggunaka pertanian modern. Dari awal kita sudah melakukan digitalisasi seperti e-catalog. Jadi pembelian apa pun langsung ke pabrik, harga murah dan datang tepat waktu. Semuanya karena e-catalog. Dengan cara ini harga juga turun, saya akumulasi per tahun penghematan anggaran sangat drastis," katanya.

Baca Juga: Argentina Siap Impor Produk Pertanian hingga Transfer Teknologi ke Indonesia

Amran mengatakan, dengan penghematan ini pemerintah bisa mendorong lebih banyak lagi penggunaan alsintan ke seluruh Indonesia. Ke depan, petani di pelosok desa tidak perlu menanam padi dengan cara lama yang masih tradisional.

"Jadi, ke depan menanam padi menggunakan drone yang bisa menghemat biaya sampai 60%. Artinya jika dalam sekali tanam membutuhkan Rp12 juta, maka dengan alat modern drone cuma butuh Rp6 juta," jelasnya.

Setidaknya, efisiensi tersebut mencapai 40% untuk pengolahan tanah, 20% untuk proses penanaman dan 28,6% untuk penyiangan. Selain itu, penggunaan mesin transplanter dengan metode tanam Jajar Legowo 2:1 juga menghemat waktu, tenaga, dan biaya produksi.

Pasalnya, metode ini mampu meningkatkan produktivitas sampai 0,3-1,8 ton atau 3,5–30,6%. Secara finansial, pola ini juga terbukti telah meningkatkan pendapatan petani sebesar Rp1,3 juta hingga Rp5 juta. Dengan kata lain, metode ini meningkat tajam sebesar 19,10 hingga 41,23.

Amran menyampaikan, pengadaan barang dan jasa untuk alsintan pra-panen dan pasca-panen melalui e-catalog juga bisa menghemat anggaran negara hingga RP1,2 triliun. Dengan begitu, semua biaya menjadi lebih efisien, efektif, transparan, dan akuntabel.

Ketersediaan alsintan dan level mekanisasi Indonesia telah meningkat menjadi 1,68 hp per ha di 2018 yang pada 2015 masih pada level 0,22 hp per ha, yang mana level mekanisasi negara maju seperti Amerika 17 hp per ha, Jepang 16 hp per ha, sementara Vietnam sudah 1,5 hp per ha.

Selanjutnya, modernisasi pertanian melalui berbagai alat teknologi sukses meningkatkan kesejahteraan petani baik pada Nilai Tukar Petani (NTP) maupun Nilai Tukar Usaha Petani (NTUP). Kedua item ini meningkat masing-masing sebesar 5,45% dan 0,42% selama periode 2014-2018.

Baca Juga: Surplus Neraca Perdagangan, Ekspor Pertanian RI ke Jepang Meningkat Tajam

Dampak lain dari peggunaan mekanisasi ini mampu menurunkan biaya produksi sekitar 30% dan meningkatkan produktivitas lahan sebesar 33,83%. Walau begitu, harga yang diterima petani menurun (deflasi) akibat produksi melimpah.

Sekadar diketahui, inflasi bahan makanan mengalami penurunan terbaik dalam sejarah Indonesia. Tak tanggung-tanggung, angkanya mencapai 1,26% pada 2018 dari 20,57% di 2014.

Lebih dari itu, kondisi tersebut juga berdampak langsung pada menurunya penduduk miskin di pedesaan hingga mencapai 13,20% di 2018. Padahal angka sebelumnya di 2014 mencapai 14,17%.

Menurut Bupati Sidoarjo Saiful Ilah, pengenalan pengenalan teknologi pertanian yang diluncurkan Mentan Amran hari ini penting dilakukan mengingat Sidoarjo merupakan kabupaten subur dengan total luas lahan mencapai 17 ribu hektare.

"Sidoarjo adalah kabupaten subur untuk tanaman padi. Maka itu, kita berhatap mekanisasi ini mampu mengembalikan daya tarik anak muda untuk terjun langsung ke pertanian. Kemudian yang tak kalah penting mampu mengangkat kesejahteraan masyarakat di Sidoarjo," tandasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Rosmayanti

Bagikan Artikel: