Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Wadidaw, Perusahaan Garibaldi Thohir Diduga Larikan US$125 Juta ke Luar Negeri

Wadidaw, Perusahaan Garibaldi Thohir Diduga Larikan US$125 Juta ke Luar Negeri Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Adaro Energy Tbk (ADRO) salah satu perusahaan batu bara terbesar Indonesia, diduga telah memindahkan sejumlah laba yang didapatkan dari batu bara yang ditambang di Indonesia ke jaringan perusahaan luar negerinya. Ini menimbulkan pertanyaan apakah jaringan ini dibentuk untuk membantu Adaro untuk menghindari atau memperkecil nilai pajaknya di Indonesia.

 

Dari laporan Global Witness, jaringan Perusahaan Luar Negeri Adaro, mengungkapkan bahwa sejak 2009 sampai  2017, Adaro melalui  salah satu anak perusahaanya di Singapura, Coaltrade Services International, telah mengatur sedemikian rupa sehingga mereka bisa membayar pajak US$125 juta lebih rendah daripada yang seharusnya dibayarkan di Indonesia. 

 

Dengan memindahkan sejumlah besar uang melalui suaka pajak, Adaro berhasil mengurangi tagihan pajaknya di Indonesia yang berarti mengurangi pemasukan bagi pemerintah Indonesia sebesar hampir US$14 juta setiap tahunnya. 

 

"Operasi luar negeri Adaro yang ekstensif ini nampaknya memiliki posisi yang bertolak belakang dengan citra publik yang mereka sudah mereka bangun dengan hati-hati, yaitu kebanggaan mereka akan kontribusi kepada Indonesia. Di saat Adaro menerima manfaat dari jaminan yang diberikan pemerintah pada beberapa pembangkit listrik besar, mereka sedang mengembangkan jaringan luar negerinya dan memindahkan sejumlah besar uang keluar Indonesia,’’ ujar Stuart McWilliam, Manajer Kampanye Perubahan Iklim untuk Global Witness, dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis (4/7/2019). 

 

Baca Juga: Kuartal I 2019, Laba Adaro Energy Tumbuh 52%

 

Berdasarkan penyelidikan Global Witness sebelumnya telah memperlihatkan bahwa aktivitas suaka pajak perusahaan batu bara Indonesia dapat menambah risiko keuangan, selain dampak negatif mereka kepada lingkungan. 

 

“Kini jelas bahwa reputasi  industri batu bara Indonesia telah menjadi risiko yang akut yang harus segera dijauhi oleh mana pemerintah Indonesia dan investor,” ucapnya. 

 

Lebih lanjut Ia menyebutkan jika pada peneyelidikan laporan keuangan perusahaan yang dilakukan pihaknya menunjukkan bahwa nilai total komisi penjualan yang diterima Coaltrade di negara dengan tingkat pajak rendah seperti Singapura, telah meningkat dari rata-rata tahunan US$4 juta sebelum 2009, ke US$55 juta dari tahun 2009 sampai 2017. Lebih dari 70% batu bara yang dijual berasal dari anak perusahaan Adaro di Indonesia. Peningkatan pembayaran ini juga mendorong peningkatan keuntungan mereka di Singapura, di mana mereka dikenakan pajak dengan tingkat rata-rata tahunan sebesar 10%. 

 

Keuntungan dari komisi yang berasal dari perdagangan batu bara Adaro yang ditambang di di Indonesia seharusnya dapat dikenakan pajak di Indonesia dengan tingkat pajak yang lebih tinggi yaitu 50%. Global Witness meminta Adaro untuk memberikan komentar mengenai hal ini tetapi tidak menerima jawaban apa pun.

 

Baca Juga: Adaro Rampungkan Proses Akuisisi Tambang Batubara Kestrel

 

Pada tahun 2008,  perusahaan milik saudara dari Erick Thohir yakni Garibaldi Thohir ini membayar US$33 juta untuk menyelesaikan sengketa dengan otoritas pajak Indonesia terkait bisnis mereka dengan Coaltrade. 

 

Sebagian besar keuntungan yang ada di Singapura, nampaknya telah dipindahkan lebih jauh ke luar negeri, ke salah satu anak perusahaan Adaro di negara suaka pajak, Mauritius, di mana perusahaan itu tidak dikenakan pajak apa pun sebelum tahun 2017 dan mungkin hingga kini.

 

Laporan ini juga menemukan bahwa Adaro baru-baru ini mengakuisisi sebuah perusahaan di kawasan suaka pajak di Malaysia, Labuan, dan perusahaan itu telah digunakan untuk membeli sejumlah besar saham perusahaan tambang batu bara Australia.

 

Di saat yang Adaro memperluas jaringan perusahaannya di luar negeri, mereka sedang berada dalam posisi menikmati keuntungan dari jaminan keuangan yang diberikan pemerintah Indonesia untuk pembangkit listrik PLTU Batang yang bernilai 4 miliar dolar AS, dimana Adaro merupakan salah satu mitra dalam usaha patungan di proyek itu. 

 

Global Witness menyerukan kepada pemerintah Indonesia untuk membatalkan rencana membangun pembangkit listrik tenaga batu bara dan mulai menyusun rencana untuk beralih ke energi terbarukan. Kami juga mendesak investor untuk menjaga reputasi dan keuangan mereka terkait industri batu bara serta menyusun rencana untuk mengakhiri dukungan finansial mereka kepada Adaro dan perusahaan batu bara lainnya.

 

Warta Ekonomi telah mencoba meminta konfirmasi kepada pihak Adaro, namun hingga berita ini diturunkan pihak Adaro Energy belum memberikan respon. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Bagikan Artikel: