PT Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan telah bertemu dengan manajemen PT Kawasan Industri Jababeka Tbk (KIJA) emiten pengembang kawasan industri milik pengusaha asal Indonesia Setyono Djuandi Darmono.
Direktur BEI, I Gede Nyoman Yetna Setia pertemuan dengan KIJA itu terkait upaya mengklarifikasi pemberitaan di media massa perihal gagal bayar (default) atas notes Jababeka International BV sebesar US$300 juta.
Baca Juga: Tak Puas Hentikan Perdagangan Saham Jababeka, Bursa Panggil Petinggi KIJA
"Kemarin kami sudah memanggil dan diskusi dengan mereka (direksi KIJA). Mereka yang paling mempunyai otoritas untuk menjelaskan. Kami memberi kesempatan kepada mereka untuk memberi tanggapan, agar informasi itu menjadi clear," katanya, di Jakarta, Rabu (10/7/2019).
Lebih lanjut Ia menuturkan bila Langkah penyelesaian persoalan KIJA yang bisa dilakukan BEI melalui upaya mengklarifikasi informasi, memberikan pertanyaan untuk mendapatkan tanggapan hingga penelaahan mengenai klausul penerbitan notes oleh KIJA.
Baca Juga: Sanksi ke Jababeka Buat Investor Terdiam
"Tentunya, nanti sampai kepada klausul-klausul yang ada pada saat mereka menerbitkan global bonds itu. Jadi, hal ini bagian yang tidak terpisahkan antara dokumen legal dari mereka dan penjelasan mereka. Kemudian, kami melihat juga berita-berita yang ada di media," ucapnya.
Sebelumnya, Manajemen Jababeka menjelaskan bahwa ancaman gagal bayar tersebut terjadi seiring dengan perubahan susunan pengurus perusahaan. Dengan perubahan tersebut, Jajabeka diwajibkan untuk memberi penawaran pembelian kepada pemegang notes dengan harga 101% dari nilai pokok dan ditambah dengan kewajiban bunga.
Baca Juga: Jababeka Akui Potensi Gagal Bayar, Investor Bereaksi
"Dalam hal Jababeka tidak mampu melaksanakan penawaran pembelian tersebut, Jababeka atau Jababeka International B.V akan berada dalam keadaan lalai atau default," imbuh Manajemen Jababeka secara tertulis dikutip pada Senin (8/7/2019).
Jababeka menambahkan, "Kondisi lalai atau default tersebut mengakibatkan Jababeka atau anak-anak perusahaan lainnya menjadi dalam keadaan lalai atau default pula terhadap masing-masing kreditur mereka lainnya."
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri