Saat AS-China Lanjut Berperang, Akankah BPS Jadi Penyelamat Rupiah?
Alih-alih berdamai, AS dan China justru saling membunyikan sinyal perang dagang untuk yang ke sekian kalinya. Ancaman AS yang dibalas perlawanan China membuat rupiah tak dapat berharap mendapat kekuatan lebih dari sentimen global tersebut.
Buktinya, sejak pembukaan pasar spot pagi tadi, rupiah sudah dibuat keok 0,07% ke level Rp14.185 per dolar AS. Depresiasi tersebut bertambah drastis pada Senin (05/08/2019) siang ini. Terhitung hingga pukul 10.35 WIB, rupiah terkoreksi 0,55% ke level Rp14.258 per dolar AS.
Baca Juga: Sudah Jatuh Tertimpa Tangga, Duh! Rupiah Terbelenggu Sana-Sini
Selain di hadapan dolar AS, rupiah juga masih tertekan oleh mayoritas mata uang dunia, seperti dolar Australia (-0,23%), poundsterling (-0,51%), dan euro (-0,76%). Sementara di Asia, rupiah kini menjadi mata uang terlemah keempat setelah unggul cukup tinggi dari yuan (0,93%), won (0,25%), dan dolar Taiwan (0,22%).
Keunggulan rupiah atas tiga mata uang Asia tersebut agaknya ditopang oleh sentimen domestik berupa rilis data pertumbuhan ekonomi domestik kuartal II 2019 yang akan disampaikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) siang ini.
Baca Juga: Rest in Peace, Rupiah!
Berdasarkan konsensur pasar, pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi tumbuh 5,05% (yoy), sedikit lebih lambat dari kuartal sebelumnya yang mencapai 5,07%. Jika benar demikian, tentunya hal akan semakin memukul mundur rupiah. Sebaliknya, jika realisasi angka pertumbuhan lebih tinggi, itu dapat menjadi suntikan tenaga bagi rupiah untuk berbalik menguat dan selamat dari tekanan global.
Sebagai informasi, pada perdagangan awal pekan ini, dolar AS bergerak variatif dengan kecenderungan menguat. Didukung oleh aksi main aman pelaku pasar yang berlindung dari panasnya api perang dagang, mayoritas mata uang Asia dilahap habis oleh dolar AS.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Lestari Ningsih
Editor: Lestari Ningsih
Tag Terkait: