Institute for Criminal Justice Reform menyatakan UU Keamanan dan Ketahanan Siber tidak diperlukan. Direktur Eksekutif ICJR Anggara Suwahju menilai RUU Kamtansiber akan memicu pemborosan anggaran negara.
Baca Juga: Hubungan Antar Lembaga Rusak Gara-gara RUU Kamtansiber
Menurut Anggara, RUU Kamtansiber nantinya jika disahkan akan melahirkan badan baru, artinya anggaran yang diperlukan akan membengkak.
“RUU ini bukan spesifik soal ketahanan dan segala macamnya. Lebih karena pembentukan badan baru ini sehingga dia memerlukan anggaran, memerlukan personil dan lain sebagainya. Nah itu hanya bisa dibentuk di level UU, kira-kira jalan berfikirnya begitulah,” ujar Anggara saat dihubungi, Selasa (6/8).
Lebih lanjut, Anggara menyesalkan kebiasaan DPR dan pemerintah yang kerap mengesahkan UU di waktu-waktu akhir masa jabatan. Ia menilai DPR dan pemerintah terkesan kejar tayang dalam bekerja.
Padahal, ia menilai setiap pembahasan RUU tidak wajib diselesaikan segera jika masih memerlukan pembahasan.
“Mending targetnya rendah, tapi buat UU yang bagus. Ketimbang targetnya tercapai, tapi buat UU yang tidak berkualitas. Jadi seperti dikejar-kejar sama target produksi UU. Nah ini yang seharusnya dihindari oleh DPR,” ujarnya.
Lagipula, kata Anggara, saat ini Indonesia telah memiliki UU Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE).
“Kebutuhan dari negara ini soal ketahanan siber memang ada, terutama untuk menghadapi siber war yang dari luar karena itu banyak terjadi. Tapi persoalannya apakah perlu dengan RUU tersendiri, apa tidak cukup diwadahi dengan, misalnya UU ITE,” ujar Anggara.
Anggara menuturkan UU ITE sejatinya telah mewajibkan pemerintah untuk melakukan pencegahan terhadap penyalahgunaan elektronik dan sebagainya. Sehingga, ia menilai tidak ada urgensi yang membuat negara harus membuat UU khusus mengenai siber.
“Tinggal didetilkan sebenarnya peraturan pemerintahnya seperti apa, cara-cara pencegahan gangguan sistem elektronik itu pemerintah mau mencegahya seperti apa, nah kan ini belum pernah ada,” ujarnya.
Selain UU ITE, Anggara berkata hal lain terkait pidana dalam ranah siber juga telah diatur dalam KUHP. Ia berkata pemerintah dan DPR cukup membuat kodifikasi di dalam RKUHP untuk menguatkan aturan pidana terhadap pelanggaran siber.
“Kami belum tau sampai seberapa perlu RUU ini. Jangan sampai kemudian ini hanya usulan dari pemerintah yang kemudian mereka kesulitan untuk mendefinisikan kemudian dilempar jadi usulan inisiatif DPR. Sehingga kemudian tiba-tiba muncul dan siap untuk pembahasan,” ujar Anggara.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat