Panitia Kerja (Panja) DPR dan pemerintah telah mulai membahas revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) pada Jumat (13/9/2019) lalu.
Setelah ditelisik antara draf RUU yang dibuat DPR dan Daftar Inventaris Masalah (DIM) pemerintah yang telah diparaf oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly dan Menteri Pedayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Syafruddin, ada 10 perbedaan dalam usulan revisi tersebut.
Baca Juga: Istana Bakal Pertemukan Jokowi dengan Pimpinan KPK
Pasal 7 ayat (1) huruf a
Draf DPR
Dalam melaksanakan supervisi dan koordinasi atas pelaksanaan pendaftaran dan pemeriksaan terhadap laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) oleh masing-masing instansi, kementerian, dan lembaga.
Sementara pemerintah ingin tetap LHKPN didaftarkan dan diperiksa oleh KPK.
Pasal 12A
Draf DPR
Dalam melaksanakan tugas penuntutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, penuntut pada Komisi Pemberantasan Korupsi melaksanakan koordinasi dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Sementara pemerintah ingin agar Pasal 12A tersebut dihapus.
Pasal 12B ayat (4)
DPR menginginkan dalam hal Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi mendapatkan izin tertulis dari Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak izin tertulis diterima dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka waktu yang sama.
Sementara pemerintah mengusulkan agar penyadapan dilakukan paling lama 6 bulan dan dapat diperpanjang 1 kali untuk jangka waktu yang sama.
Pasal 12C ayat (2)
DPR menginginkan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a yang telah selesai dilaksanakan harus dipertanggungjawabkan kepada Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dan Dewan Pengawas paling lambat 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak penyadapan selesai dilaksanakan.
Draf pemerintah mengusulkan agar penyadapan ini hanya dipertanggungjawabkan kepada Pimpinan KPK saja.
Pasal 37E ayat (1)
Dalam draf DPR, ketua dan anggota Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37A dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia berdasarkan calon anggota yang diusulkan oleh Presiden Republik Indonesia. Lalu ayat 2-13 mengatur tentang mekanisme mengangkatan Dewan Pengawas.
Draf pemerintah menginginkan agar penunjukkan Dewan Pengawas (Dewas) merupakan hak mutlak dari presiden.
Pasal 40 ayat (1)
Draf DPR
Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang menghentikan penyidikan dan penuntutan terhadap perkara Tindak Pidana Korupsi yang penyidikan dan penuntutannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Sementara pemerintah menginginkan agar pemberian Surat Penghentian Penyidikan dan Penuntutan (SP3) dapat dilakukan 2 tahun jika penyidikan dan penuntutannya tak kunjung selesai mengingat, waktu 1 tahun dirasa tidak cukup.
Pasal 43 ayat (1)
DPR menginginkan penyelidik Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan penyelidik yang diangkat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Sementara pemerintah ingin agar penyidik berasal dari kepolisian, kejaksaan, instansi pemerintah lainnya termasuk juga dari internal KPK.
Pasal 43A ayat (2)
Dalam draf DPR, persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diselenggarakan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia dan bekerja sama dengan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Karena pemerintah inginkan penyidik tidak hanya dari Polri. Maka persyaratannya pun diatur bersama dengan Polri, Kejaksaan Agung dan juga KPK.
Pasal 45 ayat (1)
DPR berkeinginan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi merupakan penyidik yang diangkat dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, dan penyidik pegawai negeri sipil yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang.
Tapi, pemerintah inginkan agar penyidik bisa berasal juga dari unsur KPK.
Pasal 69A ayat (1)
Draf DPR
Dengan mengenyampingkan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37E, untuk pertama kali Anggota Dewan Pengawas diajukan masing-masing 3 (tiga) orang oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, dan 2 (dua) orang oleh Presiden Republik Indonesia, untuk ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Pemerintah ingin agar ketentuan itu dihapus karena yang berwenang merekrut Dewas adalah Presiden.
Perlu diketahui bahwa total DIM dalam Revisi UU KPK ini adalah 287, dengan DIM tetap 220, DIM perubahan redaksional 22, DIM substansi 42 dan DIM substansi baru sebanyak 3.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Fajar Sulaiman