- Home
- /
- EkBis
- /
- Agribisnis
Jeli Lihat Peluang, Babel Kembangkan Agroindustri Tapioka dari Singkong Lokal
Bangka Belitung mulai merintis agroindustri singkong dengan melibatkan putra daerah untuk berinvestasi membangun pabrik tapioka menggunakan bahan baku singkong yang dihasilkan petani di Kabupaten Bangka dan sekitarnya. Program yang diberi nama Kebun Singkong Rakyat (KSR) dan mulai disosialisasikan sejak awal 2017, kini sudah menikmati hasilnya.
Program ini tidak dimaksudkan untuk menggantikan tanaman lada atau karet yang selama ini sudah menjadi sumber penghasilan petani Babel. Namun, sebagai tanaman selingan atau tambahan yang dapat meningkatkan kembali pendapatan petani yang sempat menurun akibat merosotnya harga lada dan karet saat ini.
Kepala Subdirektorat Pemasaran dan Investasi Direktorat Pengholahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan Kementerian Pertanian (Kementan), Indah Sulistio Rini menegaskan, KSR harus belajar dari kasus lada dan karet. Sejak awal sosialisasi, selain diajarkan bagaimana prosedur budi daya singkong yang baik, petani juga harus menghasilkan singkong dengan provitas yang maksimal dengan harga bersaing.
"Harga yang menguntungkan petani dan juga menjamin kelangsungan industri tapioka, bukan harga yang setinggi-tingginya atau semurah-murahnya. Petani harus memahami konsep bisnis berkelanjutan dengan pertanian berkelanjutan," jelas Indah di Jakarta, Senin (16/9/2019).
Baca Juga: Hentikan Impor, Prabowo Mau Tanam Singkong
Indah menyebutkan, salah satunya PT Sinar Baturusa Prima (SBP), yang melakukan ekspansi dari industri tapioka PT Lambang Jaya Lampung, saat ini bertindak sebagai off taker singkong yang dihasilkan oleh petani yang tergabung dalam program KSR.
"Di samping itu, ada juga Koperasi Berkah Bersama Bangka Belitung menjadi wadah bagi petani singkong di Kabupaten Bangka dalam program kemitraan ini," sebutnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Bangka, Kemas Arfani menyatakan, KSR patut menjadi model agroindustri yang melibatkan stakeholder hulu sampai hilir dan pihak perbankan. Koperasi juga bertugas melakukan verifikasi petani yang akan mendapatkan pinjaman input produksi dari Bank Sumsel cabang Bangka sebesar Rp16 juta per ha yang harus dibayar ketika panen.
"Biaya tersebut termasuk biaya land clearing sebesar Rp5 juta per ha pada tahun pertama membuka lahan baru untuk budi daya singkong, bermula dari hanya Bank Sumsel cabang Bangka, kini BNI dan BRI juga tertarik bergabung dengan program KSR Babel," ujar Kemas.
Model kemitraan ini, jelas Kemas, dituangkan dalam MoU antara PT SBP dengan petani melalui Koperasi B4, di mana di MoU tersebut tertulis hak dan kewajiban kedua belah pihak. Hak dari petani singkong adalah mendapatkan jaminan harga pembelian terendah dari perusahaan sebesar Rp850 per kg meskipun harga di pasar lebih rendah.
"Sedangkan untuk harga tertinggai sesuai dengan harga pasar saat transaksi dilakukan," ujarnya.
Koperasi Singkong Rakyat dengan program KSR terus berupaya untuk mampu memenuhi permintaan PT SBP sebesar 800 ton singkong per hari. Saat ini baru memenuhi sekitar 60% dari 800 ton per hari yang dibutuhkan perusahaan sehingga kapasitas pabrik belum optimal.
"Untuk menjamin kuantitas bahan baku, maka diperlukan pola penanaman yang terjadwal sehingga setiap hari ada panen dengan usia panen minimal 10 bulan," beber Kemas.
Baca Juga: Cara Jitu Jadi Orang Kaya Versi Si "Anak Singkong"
"Total luas lahan anggota KSR saat ini adalah 500 ha dengan biaya usaha tani per hektare sebesar Rp16 juta untuk tahun pertama karena ada biaya land clearing sebesar Rp5 juta per hektare," pintanya.
Lebih lanjut, Kemas menilai upaya Bupati Kabupaten Bangka melibatkan Bank Bangka Sumsel untuk mengucurkan kredit biaya usaha tani yang dibayarkan ketika panen berjalan lancar. Bahkan kini langkah Bank Bangka Sumsel, diikuti oleh BNI dan BRI.
"Jika produksi sudah meningkat dan dukungan pemerintah dalam percaturan perdagangan internasional optimal, maka tak dipungkiri bahwa Indonesia akan menguasai pasar ekspor tepung olahan dari singkong," akuinya.
Untuk memberikan nilai tambah bagi petani, Koperasi Singkong Rakyat juga mempunyai hak untuk membeli limbah berupa onggok untuk pakan ternak dari PT BSP. Diversifikasi usaha KSR untuk mengoptimalkan nilai tambah adalah dengan memasarkan tapioka ke konsumen lokal.
"Tentu hal ini mengingat olahan makanan tradisional pempek dan kerupuk membutuhkan bahan baku tapioka yang cukup besar," pungkas Kemas.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: