Dua demonstrans yang bertolak belakang, yakni menolak dan mendukung pengesahan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual berlangsung di depan Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa petang.
Para demonstran itu bersahut-sahutan, dimana masing-masing pihak meyakini yang disuarakannya adalah yang paling benar.
Demonstrasi mendukung RUU PKS mayoritas dilakukan kelompok massa perempuan dari berbagai elemen baik mahasiswa, LSM dan lembaga-lembaga advokasi lainnya.
Sementara demonstrasi penolak RUU PKS dilakukan massa dari berbagai organisasi kemasyarakatan dan elemen mahasiswa.
Kedua demonstrasi itu dipisahkan barisan polisi guna menghindari bentrokan yang tidak diinginkan.
Direktur Lembaga Kajian Hukum Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI), Mira Fajri, selaku salah satu elemen penolak RUU PKS mengemukakan alasan mereka menolak RUU PKS lantaran RUU itu malah menyuburkan perzinahan.
"RUU PKS memuat pemahaman yang malah menyuburkan perzinaan, pelacuran hingga perilaku penyimpangan seksual seperti menyukai sesama jenis, berhubungan seksual dengan anak kecil, hewan, dengan orang yang memiliki hubungan darah, dan lainnya," ujar Mira.
Ia mengatakan RUU PKS juga menyatakan bahwa perbuatan seksual menyimpang yang tidak dalam keadaan paksa alias suka sama suka tidak dilarang.
"Hal ini nantinya menjadi dasar menyuburkan perzinaan, prostitusi, aborsi dan lainnya," tegas dia.
Sementara itu anggota Fatayat NU Wahidah Suaib yang menjadi pihak pendukung RUU PKS menyatakan RUU PKS justru melindungi seluruh pihak dari kekerasan seksual.
"Karena catatan Komnas Perempuan kekerasan seksual itu semakin meningkat dan semakin banyak varian jenis kekerasannya," jelas Wahidah.
Baca Juga: Deretan Foto Seksi Shandy Aulia Berbikini yang Menuai Hujatan Warganet
Ia menegaskan undang-undang yang ada saat ini belum bisa menjadi payung hukum yang memadai untuk melindungi perempuan dari korban kekerasan.
Ia mengingatkan RUU PKS disusun atas masukan berbagai elemen baik Komnas Perempuan, LSM, jaringan advokasi serta melibatkan akademisi, kelompok agama dan praktisi hukum.
Ia menegaskan RUU PKS sama sekali tidak melegitimasi seks bebas dna semacamnya. "Tidak mungkin akademisi mengusulkan RUU untuk merusak moral bangsa," jelas dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat