Melihat tren naiknya investasi dari komoditas perkebunan Indonesia, membuat pemerintah semakin semangat untuk terus meningkatkannya setiap tahun. Namun, sejauh ini masih ada beberapa kendala yang menghambat investasi, terutama dari segi perizinan.
Terlepas dari hambatan tersebut, saat ini diketahui ada 514 calon investor yang tertarik menyuntikkan dana di subsektor perkebunan Tanah Air. Hal itu diungkapkan oleh Direktur Jenderal Perkebunan, Kasdi Subagyono.
"Kalau berdasarkan data kami, untuk saat ini ada 514 calon investor yang tertarik berinvestasi di subsektor perkebunan. Itu nilainya cukup tinggi, yakni sekitar Rp313 triliun,” ungkapnya dalam acara Silaturahmi dan Konsolidasi Percepatan Investasi Sektor Perkebunan di Jakarta, Kamis (19/9/2019).
Baca Juga: Genjot Ekspor, Kementan Dorong Investasi Perkebunan ke Industri Hilir
Kasdi berpendapat, kendala yang menghambat untuk melakukan investasi adalah proses perizinan, yakni (pelepasan HGU) sangat sulit, tidak ada kepastian waktu dan biaya, Implementasi Norma Standar Prosedur dan Kriteria (NSPK) antara pusat dan daerah tidak sinkron.
Selain itu, pengembangan infrasturktur yang tidak sinkron dengan kegiatan investasi serta tenaga kerja kurang terampil dan produktivitas rendah.
Agar kendala-kendala tersebut dapat teratasi, ada beberapa solusi. Untuk proses perizinan, kewajiban pemenuhan persyaratan setelah kegiatan usaha berjalan. Kemudian, adanya transparansi kepastian waktu dan biaya proses perizinan.
Dikatakan, agar pusat dan daerah sinkron harus ada penyeragaman NSPK pusat dan daerah serta Online Single Submission (OSS), sehingga cukup dengan satu pintu secara online, regulasinya akan lebih jelas. Infrasturktur pun akan disediakan tepat waktu dan sesuai fungsi. Soal hambatan dari SDM (tenaga kerja), yakni dengan menyiapkan tenaga kerja melalui pendidikan atau pelatihan vokasi.
Baca Juga: KPK Dilemahkan, Investasi Terancam?
“Jadi terobosan kami untuk mempercepat investasi adalah OSS pengembangan investasi terintegrasi dengan sektor pendukung lainnya, pengembangan pendidikan/pelatihan vokasi investasi, dan fasilitasi kemudahan inevestasi,” jelas Kasdi.
Setidaknya ada enam hal penting yang akan dilakukan pemerintah. Pertama, pengawalan proses perizinan oleh Satuan Tugas (SATGAS) Percepatan Pelaksanaan Berusaha. Kedua, perizinan hanya melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) sebagai front line.
Ketiga, adanya standar perizinan melalui penerbitan izin induk operasional terkait kewajiban pemenuhan persyaratan setelah kegiatan usaha berjalan serta transparansi kepastian waktu dan biaya proses perizinan.
Keempat, harmonisasi regulasi dan penyeragaman NSPK perizinan untuk mengatasi disharmonisasi sebagai akibat otonomi daerah. Kelima, pelayanan perizinan yang terintegrasi secara elektronik yaitu OSS, dan keenam, mekanisme pengawasan.
Kepala Pusat Perlindungan Varietas Tanaman dan Perizinan Pertanian, Erizal Jamal menambahkan, peraturan yang menangani investasi di sektor pertanian cukup jelas. Dari UU No.25/2007 tentang Penanaman Modal, Peraturan Presiden No.91/2017 tentang Percepatan Pelayanan Berusaha, Keputusan Menteri Pertanian No.707/2017 tentang Satgas Percepatan Berusaha Lingkup Kementan, PP No.24/2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik, dan Permentan No.40/2019 tentang Tata Cara Perizinan Berusaha Sektor Pertanian.
“Dengan diperkuat Permentan No.40/2019 tentu terjadi perubahan paradigma. Yang tadinya ke arah birokrasi, sekarang lebih menekankan ke standar dan persyaratan,” ungkapnya.
Baca Juga: Kementan: Tren Ekspor Produk Perkebunan Indonesia Meningkat
Di dalam Permentan No.40/2019, permohonan dan layanan Perizinan Berusaha dilaksanakan melalui OSS (Online Single Submission), yakni dijalankan dengan sistem online.
“Dengan OSS ini memang jauh lebih terstruktur, cepat, transparan dan tidak ada penyimpangan,” terang Erizal.
Ketika belum OSS, menurutnya, izin usaha diberikan dengan hanya pemenuhan komitmen. Lalu waktu yang dibutuhkan rata-rata 30 hari dan syarat-syaratnya harus seluruhnya dipenuhi. Dengan OSS, izin usaha dibagi menjadi 4 tipe pemenuhan komitmen. Waktunya tergantung tipe izin usaha, tetapi tidak sampai 30 hari, yakni sekitar 5-15 hari.
Kemudian, pemenuhan persyaratannya tidak harus dipenuhi diawal, melainkan dapat dipenuhi setelah izin usaha terbit dengan batasan waktu yang telah diatur.
“Jadi nanti peran pusat (Kementerian Pertanian) akan lebih dominan melakukan pengawasan setelah izin usaha terbit agar si penerima izin usaha selain menjalankan usahanya, sambil memenuhi persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi,” kata Erizal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Clara Aprilia Sukandar
Editor: Clara Aprilia Sukandar
Tag Terkait: