Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyarankan Wakil Ketua DPR, Fahri Hamzah untuk membaca Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Hal itu guna menjawab keheranan Fahri terhadap pimpinan KPK yang telah menyerahkan mandat ke Presiden Joko Widodo, namun masih menetapkan Imam Nahrawi sebagai tersangka kasus dugaan korupsi.
"Pada pihak-pihak yang masih menghubungkan antara penanganan perkara yang dilakukan KPK, termasuk penyidikan yang melibatkan Menpora, dengan pernyataan pimpinan KPK pada hari Jumat lalu, mereka kami sarankan untuk membaca kembali UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK," kata Jru Bicara KPK Febri Diansyah saat dikonfirmasi, Jumat (20/9/2019).
Baca Juga: Koruptor Diperlakukan Sama dengan Pencuri Sandal, KPK Teriak!!!
Saran itu, kata Febri, agar pendapat yang dilontarkan Fahri Hamzah tidak mengandung unsur politis dan bersifat asumsi. "Agar pendapat yang disampaikan tidak hanya bersifat politis dan asumsi, tetapi memiliki dasar hukum," katanya.
Febri menjelaskan, penyelidikan dan penyidikan untuk Imam Nahrawi serta Asisten Pribadinya, Miftahul Ulum sendiri sebenarnya sudah dilakukan sebelum munculnya revisi UU KPK. Imam Nahrawi dan Miftahul Ulum sudah dinaikkan statusnya sebagai tersangka pada 28 Agustus 2019.
"Jadi, penyelidikan dan penyidikan dilakukan sebelum revisi UU KPK terjadi," tuturnya.
Namun memang, KPK baru mengumumkan penetapan Imam Nahrawi dan Miftahul Ulum sebagai tersangka pada Rabu, 18 September 2019, atau setelah DPR dan Pemerintah menyepakati revisi UU KPK. Kata Febri, pengumuman tersangka terhadap Imam Nahrawi sebenarnya bagian dari pertanggungjawaban KPK terhadap publik.
"Pengumuman tersangka adalah bagian dari pertanggungjawaban KPK pada publik. Informasi telah dimulainya Penyidikan kami smpaikan ke masyarakat agar dalam pelaksanaan tugasnya KPK juga dikawal dan diawasi," kata Febri.
"Namun, memang dalam setiap kasus jarak pengumuman dengan penetapan tersangka berbeda-beda. Semua tergantung pada karakteristik dan kebutuhan tindakan awal dari kasus tersebut," imbuhnya.
KPK sendiri sebelumnya telah mengagendakan pemeriksaan terhadap enam saksi untuk penyidikan Imam Nahrawi dan Miftahul Ulum. Tak hanya itu, Miftahul Ulum juga telah diperiksa KPK dan dilakukan penahanan selama 20 hari kedepan terkait kasusnya.
Baca Juga: Tanya Fahri: Kalau Sistemnya Korup Kenapa Jokowi Terpilih Lagi?
Sekadar informasi, KPK telah menetapkan Imam Nahrawi sebagai tersangka kasus dugaan suap penyaluran pembiayaan dengan skema bantuan pemerintah melalui Kemenpora untuk KONI tahun anggaran 2018. Nahrawi ditetapkan sebagai tersangka bersama dengan Asprinya, Miftahul Ulum (MIU).
Nahrawi diduga menerima suap dan gratifikasi sejumlah Rp26,5 miliar. Uang tersebut disinyalir diterima Nahrawi dalam dua kali tahapan. Nahrawi menerima uang pada medio 2014-2018 melalui Miftahul Ulum senilai Rp14,7 miliar dan kedua pada kisaran tahun 2016-2018 sejumlah Rp11,8 miliar.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti