Taliban Memotong Jarinya, Pria Afghanistan Ini Tak Kapok Ikut Pemilu
Taliban memotong jari telunjuk kanan Safiullah Safi karena telah menggunakan hak pilihnya pada pemilu Afghanistan 2014 silam. Hal itu tak lantas menyurutkan niat pengusaha tersebut untuk menggunakan hak pilihnya kembali tahun ini.
Reuters melaporkan tindakan Safi pada pilpres 2019, Sabtu (28/9/2019) lalu, menuai pujian setelah sebuah foto yang menampilkan dirinya diunggah di media sosial Twitter.
Dalam foto tersebut, Safi menunjukkan telunjuk kirinya yang telah hilang, berdampingan dengan telunjuk kanannya yang berlumuran tinta sebagai tanda telah memilih.
Baca Juga: Imran Khan Desak Trump Lanjutkan Pembicaraan Damai dengan Taliban
Rakyat Afghanistan berbondong-bondong pergi ke tempat pemungutan suara di tengah ancaman serangan militan dan proses yang lambat di TPS.
Pemilu ini menjadi ujian besar bagi kemampuan pemerintah Afghanistan –yang didukung Barat–untuk melindungi demokrasi.
Rezim Taliban di Afghanistan berhasil digulingkan pasukan pimpinan Amerika Serikat pada 2001. Namun, kelompok militan tersebut kini berada pada titik terkuatnya sejak kekalahannya dahulu, dengan mengacaukan proses demokrasi yang baru ‘seumur jagung’ di negara tersebut. Kekerasan seringkali digunakan dengan menghukum mereka yang ikut berdemokrasi.
Selama pilpres 2014 lalu misalnya, pasukan Taliban memotong jari enam pemilih.
“Saya tahu itu adalah pengalaman yang menyakitkan, tetapi itu hanyalah sepotong jari. Saat sesuatu mengancam masa depan anak dan negara, saya tak akan diam meski mereka memotong seluruh tangan saya,” ucap Safi yang dihubungi via telepon.
Safi menggambarkan bagaimana pengalamannya saat Ia menggunakan hak pilih pada 2014 lalu. Keesokannya, Ia pergi dari ibu kota Afghanistan, Kabul, tempat Ia tinggal, ke Kota Khost di timur Afghanistan, dengan jarinya yang masih berlumuran tinta bekas pemilu.
Safiullah Safi got his finger chopped by the Taliban for voting in 2014; he didn’t care about getting his other fingered chopped and voted. All this is for sustaining a citizen centered republic. pic.twitter.com/0swW6AuILu
— Samim Arif (@SamimArif) September 28, 2019
“Pejuang Taliban membawa saya keluar dari mobil dan menjauh dari jalanan ke tempat di mana mereka mendirikan pengadilan,” ceritanya.
“Mereka memotong jari saya, bertanya mengapa saya tetap turut serta dalam pemilu meski telah diperingatkan mereka… Keluarga saya meminta agar tidak melakukannya kali ini, tetapi saya malah membawa mereka semua untuk ikut memilih,” ujar Saifullah.
Aksi perlawanan tersebut disambut hangat masyarakat Afghanistan di media sosial. Banyak dari mereka khawatir akan kembalinya kekuasaan Taliban dan berakhirnya demokrasi serta kemerdekaan yang sudah susah-payah diraih.
“Ia menggunakan hak pilihnya untuk mendukung demokrasi dan menolak sistem Taliban,” ujar seorang pengguna Twitter, Kabuli.
Di sebagian daerah Afghanistan yang dikuasai Taliban –yang kini mencapai titik terluasnya sejak 2001– memilih dalam pemilu sangat berisiko dan tingkat partisipasi cenderung sangat rendah. Para pemberontak menutup banyak TPS untuk menunjukkan kekuasaannya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: