Teka-Teki Kasus Bunuh Diri Karyawan Facebook, dari Intimidasi Hingga . . . .
Kematian pegawai Facebook berinisial QC di kantor pusat pada pertengahan September masih meninggalkan tanda tanya. Hingga kini, belum diketahui penyebab di balik kejadian itu, membuat keluarga melayangkan protes. Parahnya, salah satu rekan kerja korban malah dipecat karena menuntut kebenaran kasus itu.
Ia adalah insinyur perangkat lunak Facebook, Yi Yin. Ia mengaku telah dipecat oleh Facebook karena terlibat dalam protes guna menuntut keadilan bagi QC yang meninggal dunia karena bunuh diri.
“Kami perlu tahu kebenarannya, kami ingin ada penyelidikan yang adil perihal kasus yang terjadi,” kata Yin, dikutip dari CNBC Internasional, Kamis (17/10/2019).
Baca Juga: Ditegur Pemerintah Amerika Serikat, Apa yang Telah Facebook Perbuat?
Kepada media, Yin memberikan keterangan soal rumor yang menyebutkan, korban termasuk pekerja dengan Visa H-1B sehingga ia cemas tentang kelanjutan nasibnya pascamendapat tinjauan kerja yang buruk oleh atasannya. Sekadar informasi, Visa H-1B diberikan kepada pekerja asing yang bekerja di Amerika Serikat (AS) dan belakangan sedang ditinjau ulang oleh pemerintah setempat.
“Saya ingin masyarakat menyadari penyalahgunaan H-1B dan sistem PSC (di Facebook),” tambah Yin.
Siklus Ringkasan Kinerja (PSC) merupakan sistem tinjauan kinerja Facebook. Karyawan perusahan itu perlu melalui ulasan tiap enam bulan sekali. Beberapa karyawan mengkritik sistem karena mempinalti karyawan berkinerja baik, tetapi tidak berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan bersosialisasi dengan rekan kerja.
Lebih lanjut, Yin juga mempercayai kabar soal intimidasi manajer Facebook terhadap korban. Apalagi, divisi tempat korban bekerja memang identik dengan tekanan yang besar.
“Korban bekerja di tim teknik periklanan Facebook, terkenal sebagai unit bertekanan besar,” cerita Yin lagi.
Bukan hanya Yin yang terlibat dalam protes pada 26 September lalu. Namun, yang lainnya tak menggunakan lencana karyawan saat melakukan aksi, sedangkan Yin tidak melakukannya sehingga harus menuliskan laporan kepada Direktur Pertumbuhan Tim Inti.
Setelahnya, Yin dihubungi oleh Departemen SDM Facebook melalui surel. “Untuk menghormati privasi korban dan keluarganya, jangan membicarakan insiden itu dengan pihak di luar perusahaan,” begitulah bunyi pesan yang ia terima.
Tak lama, pada 1 Oktober lalu, ia menerima surat peringatan terakhir dari departemen itu. Akhirnya, ia menghubungi mentor timnya pada 3 Oktober tentang surat itu.
Nasib sial menghampirinya, pada 7 Oktober, Departemen SDM menginformasikan pemecatannya karena telah berbicara kepada pers. “Saya mendapatkan tekanan psikologis yang kuat dari (Departemen) SDM,” aku Yin.
Tak hanya itu,Facebook juga meminta Yin mengembalikan sebagian bonus upahnya, jumlahnya mencapai US$39.000 (sekitar RP553 juta).
Namun, juru bicara Facebook membantah kabar Yin dipecat karena berpartisipasi dalam protes ataupun berbicara kepada media.
“Ia bekerja di sini selama beberapa minggu dan menunjukkan penilaian yang buruk karena serangkaian pelanggaran kebijakan. Kami tak akan membela karyawan yang saling mengintimidasi,” kata jubir Facebook, lalu menolak rincian pembicaraan dengan Yin.
Sejak dipecat, Yin telah mengonsultasikan situasinya dengan pengacara keluarga korban. Sama seperti QC, Yin juga berasal dari China dan memiliki visa kerja, jadi ia harus mencari pekerjaan baru pada akhir Januari jika tak ingin kembali ke negara asal.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Tanayastri Dini Isna
Tag Terkait: