Emmanuel Macron: Stop Perlakukan Muslim dan Wanita Berhijab dengan Buruk!
Presiden Prancis Emmanuel Macron mewanti warganya agar tidak memberi cap buruk kepada Muslim atau menghubung-hubungkan Islam dengan terorisme. Hal tersebut diutarakannya sesudah seorang perempuan Prancis menggugat seorang politisi sayap kanan yang mengkritiknya karena memakai hijab di tempat umum.
"Kita harus berdiri bersama dengan sesama warga negara," kata Macron dalam konperensi pers bersama dengan Kanselir Jerman, Angela Merkel mengutip BBC, Jumat (18/10/2019).
Ada lima juta penduduk Muslim di Prancis dan ini merupakan jumlah minoritas Muslim terbesar di Eropa Barat.
Pemakaian hijab dilarang di sekolah, kantor pemerintah, dan beberapa gedung publik di Prancis. Secara resmi Prancis merupakan negara sekuler dan pemakaian pakaian penutup tubuh telah menjadi sumber kontroversi dalam beberapa tahun terakhir.
Diketahui pada pekan lalu, seorang perempuan Muslim yang memakai hijab menemani anaknya yang sedang studi tur ke parlemen lokal di Bourgogne-Franche-Comté di Prancis timur. Ia menerima cercaan secara verbal dari ruang sidang anggota parlemen. Foto perempuan itu – disebut dengan nama Fatima – memeluk erat anaknya menjadi viral sesudah rekaman insiden cercaan tersebut diunggah di media sosial. Peristiwa itu juga memicu demonstrasi di jalan dan menghidupkan lagi perdebatan nasional mengenai pemakaian hijab di Prancis.
Baca Juga: Prancis Berhasil Hentikan Serangan Pesawat Ala Serangan Teroris 9/11 AS
Saat ini di Prancis tidak ada larangan seorang ibu memakai hijab saat melakukan studi tur sekolah. Hari Rabu kemarin, Presiden Macron merasa perlu menanggapi dengan menyerukan pemahaman lebih baik mengenai agama Islam di Prancis. Ia juga mengecam apa yang disebutnya sebagai "jalan pintas" yang mengaitkan Islam dengan terorisme.
???? [RT]Au nom de nos principes républicains et laïcs, j’ai demandé à @MarieGuiteDufay de faire enlever le voile islamique d’une accompagnatrice scolaire présente dans l’hémicycle. Après l’assassinat de nos 4 policiers, nous ne pouvons pas tolérer cette provocation communautariste pic.twitter.com/3WzqDEC3nn
— Julien Odoul (@JulienOdoul) October 11, 2019
"Para komentator politik punya kewajiban," katanya seraya menambahkan, "komunialisme bukan terorisme".
Anakku memelukku lalu menangis
Insiden di gedung parlemen di Prancis timur itu terjadi dalam sebuah studi tur sekolah pada hari Jumat tanggal 11 Oktober. Saat itu Fatima menemani anaknya dalam tur sekolah. Ketika debat parlemen berlangsung, seorang politikus dari partai berhaluan kanan, National Rally, yang dipimpin Marine Le Pen, melihat Fatima. Ia juga memerintahkan Fatima untuk mencopot hijabnya.
Sang politikus, Julien Odoul, juga mengunggah cekcok mulut ini di Twitter dengan teks mengutip serangan maut dengan pisau di kantor polisi di Paris awal bulan ini yang dikaitkan dengan Islam radikal.
"Sesudah pembunuhan empat orang polisi kita, (provokasi) macam ini tak bisa kita tolerir," tulisnya.
Pada wawancara dengan kelompok anti Islamofobia Prancis CCIF, Fatima mengatakan ia duduk tenang di pojok ruangan ketika ia mendengar seseorang berteriak "atas nama sekularisme!".
Baca Juga: Brand Terkenal Asal Prancis Dikritik Soal China, Dior Bilang. . .
"Orang-orang mulai saling berteriak dan marah-marah," katanya kepada CCIF.
"Yang saya khawatirkan cuma satu hal, anak-anak ketakutan. Mereka sangat kaget dan trauma."
"Saya coba menenangkan mereka. Anak saya mendekat dan memeluk saya, lalu menangis. Saya bilang saya tak bisa tinggal di ruangan itu."
Pengacara Fatima, Sana Ben Hadj, menjelaskan kliennya merasa "dipermalukan" sesudah gambar insiden itu disebarluaskan. CCIF mengatakan Fatima mengajukan keberatan di kota Dijon dengan alasan "kekerasan rasial dilakukan oleh orang yang memiliki kewenangan publik", sembari menambahkan bahwa keluhan lanjutan akan disampaikan di Paris untuk "hasutan kebencian rasial".
Hijab merupakan bagian dari perdebatan besar
Insiden ini juga memicu debat apakah diperbolehkan bagi seorang ibu memakai hijab dalam kesempatan studi tur sekolah.
Selain itu, Menteri pendidikan Jean-Michel Blanquer dikritik lantaran mengatakan hijab "tidak diinginkan" oleh masyarakat Prancis, dan Marine Le Pen menyerukan larangan. Karena larangan bagi kerudung, hijab, dan berbagai simbol agama yang "mencolok" di sekolah negeri diberlakukan di Prancis tahun 2004. Pada 2011, Prancis menjadi negara Eropa pertama yang melarang cadar yang menutupi seluruh wajah di ruang-ruang publik. Sementara alternatifnya seperti hijab, yang menutup kepala namun tetap memperlihatkan wajah pemakai masih diperbolehkan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Abdul Halim Trian Fikri
Tag Terkait: