Tokopedia dan Gojek Mau IPO Dua Negara, Apa Sih Alasannya? Simak di Sini!
Tokopedia dan Gojek baru-baru ini membeberkan rencananya untuk melantai di bursa saham Indonesia dan 1 bursa lain di luar negeri, alias pencatatan ganda (dual listing). Kira-kira, mengapa 2 perusahaan teknologi itu berniat melakukannya?
Analis di Kresna Sekuritas, Etta Rusdiana Putra mengatakan, pencatatan ganda akan jauh lebih baik bagi perusahaan teknologi seperti Tokopedia dan Gojek. Jika perusahaan hanya mendaftar di Indonesia, jumlah investor publiknya akan terbatas. Sementara itu, jika terdaftar di bursa saham internasional, jumlah investornya akan lebih besar.
"Selain itu, investor internasional lebih berpengalaman dengan industri digital," katanya, dikutip dari KrAsia, Senin (28/10/2019).
Baca Juga: Meski Ditinggal Nadiem, Gojek Enggak Gentar! Malah Niat IPO di Tahun . . . .
Baca Juga: Tokopedia Niat Double Listing, Respon Analis Trimegah Top!
Pencatatan ganda bukan hal baru bagi perusahaan Indonesia. Buktinya, salah satu BUMN Indonesia, Telkom Indonesia sudah melakukannya. Perusahaan itu terdaftar di Bursa Efek New York dan Bursa Efek Indonesia.
"Kapitalisasi pasar di Indonesia masih kecil dibandingkan dengan pasar AS, sehingga institusi asing yang bisa masuk pasar Indonesia terbatas. Selain itu, transaksi per hari di pasar saham Indonesia hanya mencapai Rp8 triliun," jelas Putra.
Tobing setuju dengan pendapat itu. Ia mencontohkan proses IPO dari perusahaan induk Shopee dan Garena yakni SEA Group yang dilaksanakan di Bursa Efek New York.
"Langkah itu dinilai sebagai referensi terbaik untuk IPO perusahaan teknologi. Saya pikir, investor di sana sudah percaya dengan perusahaan teknologi besar. Mereka akrab dengan metrik perusahaan seperti itu sehingga lebih mudah untuk mendapat investor," papar Tobing.
Karena saat ini Indonesia baru memiliki sedikit perusahaan publik berskala besar, apalagi dari sektor teknologi dan digital, tingkat kepercayaan investor belum sebesar di AS. Maka dari itu, pencatatan ganda juga berpotensi menginspirasi investor lokal untuk lebih percaya terhadap perusahaan teknologi seperti Tokopedia dan Gojek.
Pemerintah Indonesia, melalui Menkominfo 2014-2019, Rudiantara telah mendorong perusahaan unicorn untuk go public di Tanah Air sebelum mereka mencapai status "decacorn", sehingga perusahaan-perusahaan tersebut dapat menyerap modal dari investor ritel domestik.
Sementara itu, perusahaan dengan valuasi di atas US$10 miliar disarankan memiliki lebih dari satu bursa saham karena penawaran umum saham terlalu besar dan tidak dapat diserap oleh investor lokal saja, kata Rudiantara.
Sementara itu, Country Head of Operations and Consulting IDC Indonesia, Mevira Munindra, harapan Rudiantara itu dapat dipahami, karena akan menarik investor lokal untuk berkontribusi di pasar modal, sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi digital.
Namun, sebelum memutuskan untuk menjadi bagian dari pasar saham, perusahaan harus sepenuhnya siap menghindari kegagalan. Ia mengutip contoh WeWork yang gagal untuk melakukan IPO.
"Selain itu, beberapa perusahaan teknologi lainnya, seperti Uber dan Lyft, mengalami kesulitan ketika IPO. Risiko bagi perusahaan teknologi adalah model bisnis mereka mungkin tidak 100% diuji dan terbukti di pasar. Oleh karena itu, lebih baik mempertimbangkan semua skenario yang terkait dengan model operasi dan model bisnis, termasuk tata kelola perusahaan yang baik," jelas Mevira.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Tanayastri Dini Isna
Editor: Tanayastri Dini Isna
Tag Terkait: