Di tengah transformasi menuju industri 4.0, inovasi dan ekonomi berbasis pengetahuan agar dapat menghasilkan produk barang dan/atau jasa menjadi suatu keharusan. Maka dari itu, pemerintah harus memperhatikan dan mengiplementasikan intellectual property right (IPR) atau hak atas kekayaan intelektual yang diharapkan bisa mendorong pertumbuhan ekonomi.
Executive Director Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Rainer Heufers, mengatakan bahwa perlindungan dan jaminan hak kekayaan intelektual merupakan salah satu hal yang ada dalam isu property rights secara umum. Property rights atau hak atas kepemilikan dapat diartikan sebagai hak yang dimiliki individu, sekelompok orang, masyarakat, negara atas sebuah sumber daya. Hak tersebut meliputi pengelolaan dan pemanfaatan.
Baca Juga: CIPS: Pemerintah Perlu Buka Pasar Baru dan Harmonisasi Regulasi
Beberapa hal yang harus dievaluasi terkait hak kepemilikan di Indonesia, di antaranya, adalah mengenai panjangnya rantai birokrasi, proses administrasi yang tidak efisien, serta mahalnya biaya yang harus dikeluarkan. Belum lagi adanya potensi tumpang tindih pada kepemilikan dan ketidakpastian hukum.
"Implementasi hak atas kekayaan intelektual dan property rights secara umum dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi karena ada jaminan atas kepastian hukum di dalamnya. Perlindungan atas objek yang lahir dari intelektualitas manusia juga merupakan pengakuan atas karya seseorang atau sebuah kelompok," kata Rainer dalam keterangan tertulis yang diterima Warta Ekonomi, Jumat (1/11/2019).
Lanjutnya, Rainer mengatakan, ada beberapa hal yang harus dievaluasi terkait hak kekayaan intelektual di Indonesia, di antaranya panjangnya rantai birokrasi, proses administrasi yang tidak rapi, serta mahalnya biaya yang harus dikeluarkan. Rainer juga menambahkan, perlindungan atas data pribadi juga penting untuk dilakukan. Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Data Pribadi perlu segera disahkan untuk memperkuat perlindungan konsumen, khususnya dalam industri financial technology (fintech) karena seringkali data pribadi konsumen disalahgunakan dan diakses untuk kepentingan di luar transaksi keuangan yang mereka lakukan.
Dengan adanya undang-undang, bentuk penegakan hukum (law enforcement) yang terkait dengan penyalahgunaan data pribadi akan lebih jelas. Penyedia layanan tidak dapat semena-mena menggunakan atau meminta data pribadi milik konsumen di luar data yang diperlukan karena terdapat sanksi atau pidana jika melanggar.
Dalam Indeks Property Rights Internasional (International Property Rights Index) yang dirilis oleh Property Rights Alliance, Indonesia menduduki peringkat ke-65. Peringkat ini mengalami penurunan satu tingkat dari 2018 di peringkat 64. Tiga komponen yang ada dalam indeks ini adalah kondisi hukum dan lingkungan, hak atas kekayaan fisik, dan hak atas kekayaan intelektual.
Ada beberapa bidang yang dinilai dalam indeks ini, di antaranya, perlindungan atas hak milik, kemudahan dalam mengakses pinjaman, hukum, politik, dan ekonomi. Dalam bidang hukum dan politik, peringkat Indonesia memiliki kesempatan untuk naik kalau pemerintah sudah mengeluarkan kebijakan strategi nasional antikorupsi. Dengan adanya strategi antikorupsi ini, tidak hanya pemerintah berusaha memberantas, tetapi juga melakukan pencegahan agar tidak terjadi tindak korupsi di kalangan pemerintahan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum